Jumat, 23 Mei 2014

Skripsi (II)

 Bismillahirrahmaanirrahim …

Setelah kemarin, tanggal 12 Mei saya memutuskan diri untuk memulai menulis proposal untuk pengajuan skripsi, akhirnya yang sampai detik ini belum kunjung juga selesai. Gubraak!!! Kenapa coba? Ya entahlah, padahal keesokan harinya saya begitu bersemangat berangkat pergi ke perpus UI di Depok. Ternyata referensi yang saya butuhkan minim sekali, ya gak apa deh daripada ga nyari sama sekali. Hehe.

Rabunya, saya pergi ke perpus kampus tercinta. Disana saya lihat beberapa contoh skripsi para alumni terdahulu yang meneliti tentang korelasi. Saya terfokus untuk membaca Bab I mereka, terlebih jika ada listening nya, maka akan dibaca detail deh.

Malamnya, sambil “mojok” (bahasa kami, saya dengan teman-teman ketika kumpul) di Mcd, saya konsultasikan dengan mb Dika tentang kelengkapan proposal skripsi. Yang masih saya bingung adalah intrumen yang akan diteliti nanti. Bagaimana cara mengambil datanya ya? Secara, bapak sekjur, yang menyeleksi judul skripsi itu orangnya betul-betul detail dan bertanya sangat memojokkan kalo menurut saya. Hehe.

Hampir putus asa dan ingin mencari pengganti judul yang lain, tetapi Mb Dika sama Ochi menyemangati. Ya sudahlah,,, mungkin dirumah nanti dapat inspirasi. Akhirnya kami berpisah kea rah rumah masing-masing. Dan saya, masih menyimpan ribuan tanda tanya di benak, mencari-cari jawaban. Ya itu tuh, si instrument penelitian, hehe.

***
Sejenak kita pergi yuk meninggalkan si instrument itu, hehe. Saya hanya mencoba untuk merefleksikan pikiran biar ga ruwet dan kusut. Hehe. Karena saya inginnya bahwa menulis skripsi adalah sebuah kegiatan yang mengasyikan, yaa…dicoba, dan dipelajari untuk menikmati tiap detailnya begitu. Meski ingin sekali saya berhenti untuk menyudahi semua ini… (alaaah.. apa sih Ta???). Hehe

Iya betul, kata Bu Chichi, tetangga saya yang suka facial in muka jerawat ini. Beliau bilang, kalo skripsi jangan dijadiin beban. Nanti malah ga dapet-dapet idenya. Lalu beliau nyaranin saya buat main sama anak kecil. Bermain bersama anak-anak bisa memunculkan ide-ide yang tidak disangka. Ha? Masa sih, hehe. Jadi inget anak-anakku dulu waktu di Ummul Quro, kangen deh.

Pada akhirnya, Jum’at tadi selepas mata kuliah Interpreting, saya menemui Pak Muhajir, dosen yang bersangkutan. Bertanya-tanya tentang keluh kesah saya tentang skripsi ini, ciee bahasanya lah. Beliau bilang judulnya bagus, terus komen juga tentang instrument yang saya bingungkan. Saran beliau, pengetesannya di ambil secara lisan saja, seberapa persen masing-masing orang bisa menginterpretasikan apa yang didengarnya. Selanjutnya, “Ya kamu ngobrol deh sama Pak F****, biar lebih jelas…” . Lantas saya langsung melengos deh, “oke deh pak, makasih ya Pak” ujar saya sembari duduk, lemes kaya ga punya tulang. Hehe.

Pak Muhajir menyarankan saya bertemu dengan sang Sekjur. Menurut saya, Pak Sekjur itu jika kita ajak diskusi, memberikan garis besarnya saja dan membuat mahasiswanya untuk pergi mencari. Mungkin trial and error begitu ya? Mungkin.

Oke, karena sudah jam 23.27, mata juga udah kreyep-kreyep dan perut mules, udahan dulu ya curhatnya. Lanjut lagi ke judul berikutnya, insya Allah.

Apapun itu tentang skrispsi, ya! Saya (selalu) belajar untuk menikmati tiap detik prosesnya, sebagai pembelajaran menuju pemahaman. Yang terpenting tak berhenti dan diam di tempat serta pasrah dengan yang ada. Insya Allah, Allah pasti kasih jalan. Allah kuatkan dan mampukan PriTa! Aamiin, insya Allah.

Wallahu’alam. 

Senin, 12 Mei 2014

Masa Lalu (III)

Copas dari web tetangga

Ini bukan tentang lebih tua, seumuran, atau lebih muda

 Ini tentang menyeimbangkan hidup dan yang bisa beriringan

Yang memberi kedamaian di hati, kenyamanan di sisi, dan kasih sayang tiada henti

Tentang tertawa bersama, saling mensupport, mendo’akan satu sama lain, berbicara lepas tak berbatas tanpa berpikir ini pantas atau tidak

Ketika dunia begitu kejam, dia menjadi tempatmu untuk pulang

Yang bisa membuatmu sangat sabar dan berusaha mengerti meski sulit

Menerimamu apa adanya meskipun kamu cuma seadanya

Wajah mungkin tak rupawan tapi kebersamaan dengannya itu sesuatu yang kamu yakin harus diperjuangkan

Masa lalunya tidak kamu persoalkan karena tahu itu yang membentuknya sekarang

Kekurangan masing-masing adalah tugas bersama untuk belajar saling menerima dan memperbaiki agar jadi lebih baik

 Tentang dia yang kamu ikhlas seumur hidup menjadi makmum/imamnya

Membuatmu bangga menjadi ibu/ayah dari anak-anaknya

Skripsi (I)

Bismillahirrahmaanirrahim ....

Hari ini, Senin, 12 Mei 2014, saya memutuskan untuk memulai menulisnya. Ya! Nulis proposal penelitian skripsi. Entah mungkin sudah beberapa kali saya mencoba untuk benar-benar tidak memperdulikan yang namanya skripsi. Dari mulai pengajuan judul pertama kali Bulan Januari awal, waktu itu saya sakit jadi tidak bisa beranjak kemana-mana. Dan di wawancara yang kedua saya sukses belum diterima untuk menulis skripsi. Lalu saya putuskan untuk fokus dengan PLP (Pendidikan Latihan Profesi) yang tengah berlangsung juga saat itu hingga awal Maret. Wawancara-wawancara berikutnya pun benar-benar saya abaikan karena berfikir menyelesaikan tugas PLP di SMP 11 dengan baik.

Dalam abaian saya dengannya (si skripsi) hehe, berkutik saja dengan beberapa referensi minat kepada penulisan skripsi yang mau digarap. Saya mengambil tema translating atau interpreting. Salah satu dari kedua itulah. Saya hanya ingin menjawab keingintahuan tentang dua hal yang sering dikatakan sama oleh banyak orang tetapi setelah mengalami di kelas, ternyata berbeda. Interpreting lebih luas cakupannya dibandingkan dengan translating. Menemukan permasalahan yang terjadi ketika di semester 8 ini, di kelas mata kuliah Interpreting. Wah cocok! Insya Allah.

Saya hanya berharap dan terus berdo’a agar dihindari dari bersifat curang dalam pengerjaan skripsi ini. Jangan hanya karena ingin lulus tepat waktu dan dianggap sukses lalu menghalalkan segala cara untuk menyelesaikannya segera. Naudzubillah. Saya berharap bahwa dengan usaha dari kekuatanNya, Allah tunjukkan saya kepada skripsi yang dimaui dan dikuasai betul. Tidak asal langsung dapat judul lalu bingung menggarapnya bagaimana karena bukan keinginan dan kemampuan. Saya bertahan pada pencarian kemauan serta kemampuan yang dimiliki. Dan berharap juga Allah takdirkan saya bertemu dengan pembimbing-pembimbing yang dapat membimbing dengan baik. Mengarahkan saya untuk mendewasakan diri dalam pembelajaran hidup membuat skripsi ini, cieee. Hehe.

Serius banget dari tadi kayaknya nulisnya deh, hehe. Ya udahlah, akhirnya saya bertemu dengan suatu kesimpulan bahwa skripsi adalah bukan suatu hal yang harus dikhawatikan dan dihindari jauh-jauh. Skripsi adalah tantangan buat mahasiswa tingkat akhir, untuk menunjukkan hasil pemikiran belajarnya yang kurang lebih selama 4 tahun. Yang mempersiapkan para mahasiswa untuk benar-benar terjun mengaplikasikannya di lapangan nyata setelah lulus nanti, Insya Allah. Skripsi bukan untuk dikeluhkan, tetapi dikerjakan. Ternyata saya pernah bilang juga loh sama murid SMP 11 waktu PLP kemarin. Dia mengeluhkan susahnya UN Matematika, dan dia takut jika UN Bahasa Inggris pun akan sama sulitnya. Lalu dengan (sok) bijaknya saya bilang, “Jangan bilang sulit nak, kalo bilang sulit kerja otak kreatif kamu akan berhenti dan tidak mencari solusi menyelesaikan soalnya. Anggap saja ini tantangan dan otak kreatifmu pun akan tertantang pula untuk mencari jawabannya. Ok?”. Nah? Inget kata-katamu sendiri Ta... hehe.

Oke deh, intinya, skripsi adalah sebuah proses juga dan bagian pembelajaran kehidupanku juga. Keep Learn and never ending process!