Minggu, 22 Januari 2012

Semangat Mereka Tak Pernah Padam


Bismillahirrahmaanirrahim…..

            Alhamdulillah…. Di semester 2 di tahun pelajaran 2011-2012 ini, saya di amanahkan oleh Allah anak-anak didik yang sangat luar biasa bagi saya. Semangat mereka luar biasa! Itu yang membuat saya ikut juga terpacu dengan semangat belajar serta berjuang mereka untuk belajar.

            Ketika sedang mengajar, sambil menatap lekat anak didik yang sedang membaca ayat-ayatNya. Kadang malah menerbangkan pikiran saya ke 6 tahun hadapan. Membayangkan seperti apakah rupa anak saya kelak, seperti apa akhlaknya, tertawanya, sedihnya dan sebagainya. Interaksi saya akhir-akhir ini dengan anak-anak didik sering membawa saya ke sana. Lucu banget dengan kepolosan mereka. Ya Allah… semoga anakku bisa sholih serta shalihah seperti anak-anak didikku sekarang. Bahkan lebih. Harapku. Insya Allah. Amin

            Hingga suatu hari, ayatul kauni Allah dihamparkanNya di depan saya. Melalui anak didik saya. Kelas 1 SD. Namanya Muhammad Fauzan Maulana. Saya terharu dengan daya juang sera semangatnya yang tinggi. Kala itu dia tidak mengerjakan tugas membaca Cahayaku di rumah. Dan sudah menjadi kesepakatan kami bersama, jika ada yang tidak mengerjakan PR membaca Cahaya di rumah maka akan membaca sebanyak 5x di sekolah. Maka Fauzan pun melaksanakan konsekuensinya ditambah dengan tugas membaca di sekolah sebanyak 3x. Jadi dia harus membaca sebanyak 8x.

            Sungguh saya benar-benar tidak menyangka bahwa dia mau serta sanggup mengerjakan segala konsekuensinya itu. Karena agak terbata dia membaca tiap kata. Tetapi dia terus membaca. Walaupun lambat tetapi memang bacaannya betul. Bahkan ketika saya sedang mengetes bacaan Cahayaku Fauzan Kamil kemudian saya menyuruhnya untuk kembali mengulang karena kurang lancar. Dengan sigap serta penuh semangat Fauzan Maulana menawarkan dirinya untuk membantu Fauzan Kamil untuk membaca bersama dengannya! Subhanallah….. mata saya berkaca-kaca. Terharu.

            Ya Allah… saya disadarkan oleh Allah lewat dia. Fauzan Maulana. Tentang arti sebuah daya juang serta semangat yang tiada pernah padam ketika belajar dan dalam hal apapun. Terima kasih ya nak. Semoga senantiasa menjadi anak shalih yang selalu semangat ya. Amiiin
###
            Kisah lain pun ada. Masih di level yang sama. Kelas 1 SD. Namanya Zidan Kasyafa AnNaba. Siang itu bagian kelompok kelas 1 yang menjadi giliran belajar di penghujung hari menjelang Zhuhur. Ketika saya hendak menyiapkan anak-anak untuk berdo’a penutup untuk pulang, Zidan berkata dengan sedikit berteriak pada saya.

“Ibu, aku pipis….” Ujar Zidan dengan ekspresi yang menunjukkan sedikit ketakutan

“Sekarang?” tanyaku. Saya mengira Zidan akan minta izin untuk ke kamar mandi tetapi dia menjawab lagi

“Iya bu sekarang lagi pipis.. yah, yah,, aku pipis di celana bu!!!” jawabnya lagi sambil mengerutkan muka nya lantas menangis

Teman-temannya yang lain pun bertanya-tanya pada saya. Tetapi segera mereka ku alihkan serta menyuruh mereka segera pulang. Dan menjawab singkat penasaran mereka dengan…

“Zidan mau pulang bareng Bu Guru, kalian ayo pulang duluan ya…. “ ujarku sambil menyalami anak-anak lainnya

            Dan Zidan dengan segala kecamuk perasaannya. Mungkin dia takut, malu, sedih. Campur aduk lah. Sempat juga kutanyakan kenapa dia tidak minta izin sebelumnya untuk ke kamar mandi. Dan menjelaskan bahwa  aku tidak akan melarangnya jika dia mau ke kamar mandi. Tetapi dia jawab dengan….

“Pipisnya dari tadi susah Bu…. Aku malu bu…” ujarnya khawatir

“Ya udah sayang gak apa-apa. Ibu gak marah sama Zidan. Udah pipisnya? Ayo kita ke kelas yuk, Zidan 
taro sandal dimana? Ayo bareng Bu Prita yuk ke kelasnya ya….” Ujarku berusaha menenangkannya sambil mengelus kepalanya. Kasian, mungkin lagi kurang sehat yah kamu nak? Ujarku dalam hati.

            Sepanjang perjalanan Zidan sudah tidak menangis lagi. Aku salut sama Zidan. Untuk se umuran dia, dia termasuk anak yang cukup tangguh. Bahkan mungkin tadi dia tidak ingin menangis. Mungkin bentuk menangisnya tadi karena dia takut dimarahi olehku, di ketahui oleh teman-temannya dan sebagainya.

            Sesampainya di kelasnya, Zidan ga mau masuk kelas. Akhirnya aku yang masuk lantas memberitahu kepada Wali kelasnya dan aku menghampiri kembali Zidan yang ada di selasar kelas. Mau member sedikit motivasi padanya…

“Sholih sayang… sudah ya jangan nangis. Gak apa-apa kok. Bu Guru ga marah kan? Zidan juga gak apa-apa kan? Lain kali kalo mau izin gak apa ya sayang. Oke? Senyum donk. Tos sama Bu Prita….” Ujarku sambil bertos dengannya.

            Alhamdulillah…. Walau masih malu. Zidan sudah mau bertos denganku. Dan itu juga sedikit  membuatku lega dan tak membuat dia merasa down dengan kejadian barusan.

            Ya Allah…. Kejadian ini. Membawa sejuta cerita indah ke hantaran alam pikiranku. Sholih banget deh Zidan… Ada harapan kelak di masa hadapan punya anak yang sholih sepertinya. Zidan juga termasuk anak yang unggul di kelompok. Hafalannya juga yang paling tinggi dan untuk ukuran se umurnya. Alhamdulillah hafalannya sudah Al-Bayyinah.

            Dan yang lebih mengejutkannya lagi. Ketika besoknya aku bertemu dengannya lagi di pembelajaran, ada barisan kata yang makin membuatku sejuk dengannya. Dia berujar…
“Ibu…. Aku minta maaf ya kemaren merepotkan ibu…” ujarnya sambil menyalamiku.
Reaksiku Cuma 1. Speechless!

###


* Ya Allah…. Harapku kepadaMu sang satu-satunya tempat berharap serta bergantung. Karuniakanlah hamba anak-anak yang sholih serta shalihah. Yang kelak menjadi amanah yang KAU titipkan hamba bersama kelak dengan mujahidku di dalam satu biduk rumah tangga. Dan berikanlah kami kekuatan untuk mendidik mereka dengan sebaik-baik pendidikan serta sebaik-baik cinta karenaMu, di jalanMu dan hanya untukMu. Kelak KAU jadikann keturunan kami menjadi mujahid serta mujahidah penerus kejayaan DienMu Ya rabb. Amiiin. Insya Allah…





“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku….” (QS Ibrahim : 40)

Tentang Cinta (Part II)


Bismillahirrahmaanirrahim……

                Lagi, kali ini saya menulis tentang cinta di blog ini. Mencoba berbagi dengan buku yang saya baca, masih dengan  judul yang sama serta penulis yang sama. Jalan Cinta Para Pejuang nya Salim A Fillah. Dan  salah satu bab judul di buku ini begitu menyentuh saya, menyadarkan. Kali ini judulnya “Sergapan Rasa Memiliki”.

                Izinkan saya untuk mengulas sebuah pelajaran indah yang bisa kita petik dari seorang sahabat mulia baginda Rasulullah. Salman Al Farisi.

                Salim A Fillah mengisahkan secuil kisahnya, Salman Al Farisi. Kisah itu tentang nya yang kala itu memang sudah waktunya untuk menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya mukminah lagi shalihah pun telah mengambil tempat di sudut hatinya seorang Salman. Bukan sebagai kekasih tentunya. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal yang sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

                Tetapi bagaimanapun, Salman merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukan tempat dia tumbuh serta berkembang menjadi dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia pun berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khitbah. Maka disampaikanlah sebuah niat mulia hati nya itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda’.

                “Subhanallah…wal hamdulillah…” , girang Abud Darda’ mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorangg wanita yang shalihah lagi bertakwa.

                “Saya adalah Abud Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallaahu’ Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli baitnya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putrid Anda untuk dipersuntingnya.” , fasih Abud Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

                “Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, “Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah member isyarat kea rah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.

                “Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. “Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda’ kemudian juga memiliki urusan yang sama kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

                Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tetapi mengapa Salim A Fillah mengatakannya indah? Karena reaksi Salman. Bayangkanlah sebuah perasaan, dimana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan pula sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Maka dengarkanlah Salman bicara.

                “Allahu Akbar!”, seru Salman, “Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda’, dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!”
###

                Allahu Akbar…. Setelah saya membaca kisah Salman di atas. Jujur, saya juga ikut merasakan sedikit apa yang dirasakan Salman pada saat itu. Keterusterangan yang membuat persaaannya tak menentu. Antara terkejut, ironis, tak enak hati serta kerelaan hati. Astaghfirullah… jika saya di posisikan sebagai Salman kala itu maka sebagai manusia biasa saya mengakui itulah hal berat untuk menerima keterusterangan  yang diutarakan ibu dari gadis itu. Gadis shalihah yang telah menempati salah satu sudut relung hati saya. Tetapi saya bukanlah seorang Salman yang dengan gagah serta bijaksananya ia mendengar keterusterangan itu.  Mendengar jawabannya… Subhanallah!

                Salman mengajarkan kita untuk meraih sebuah kesadaran tinggi. Di tengah kecamukan rasa yang tak menentu; malu, sedih, kecewa, merasa salah memilih pengantar, merasa berada di tempat yang salah, negeri yang salah, waktu yang salah dan sebagainya. Ini bukanlah hal yang mudah. Untuk kita yang sering merasa memiliki orang yang kita cintai, mari kita bersama belajar kepada Salman. Bahwa cinta tak harus memiliki. Dan sejatimya memang kita sebagai manusia tidak memiliki apapun dalam kehidupan ini. Sekali lagi, Salman mengajarkan kita untuk memiliki sebuah kesadaran yang harus kita munculkan meski di suatu kondisi yang sangat tidak mudah.

                “Sergapan memiliki terkadang sangat memabukkan”, tulisan Salim A Fillah itu menghentak saya. Ya! Ia benar. Sering pula rasa memiliki membuat kita terlupa dan lalai. Terlupa bahwa apa-apa yang kita miliki sekarang adalah sebuah “titipan” atau “pinjaman” dari Allah yang sewaktu-waktu bisa diambilNya kembali. Rasa memiliki melalaikan kita akan sebuah kesadaran bahwa “titipan” atau “pinjaman” itu seutuhnya miliknya. Status kita hanya dipinjami. Ini adalah hal yang tak mudah. Padahal Allah telah memberikan kita bekal serta karuniaNya untuk memanfaatkan sebaik-baiknya “titipanNya” itu. Tetapi sekalli lagi, rasa memiliki memang menjadi sulit untuk ditepis.

                Kembali lagi pada suatu kisah awal yang saya kutip dari buku Salim A Fillah di atas, Salman Al Farisi. Kisahnya menyadarkan saya serta kita semua. Bahwa kita semua adalah milik Allah dan hanya kepadaNya kita akan kembali. Kita tak memiliki suatu hal apapun dalam kehidupan ini. Allah hanya meminjamkannya kepada kita. Maka dengan sahabat paling mesra, suami paling setia, anak-anak yang berbakti, hubungan kita bukanlah hubungan saling memiliki. Allah hanya meminjamkan dia untuk kita dan meminjamkan kita untuknya. Itu saja. Mereka lah perantara-perantara sampainya pesan-pesan cintaNya untuk kita. Sungguh suatu karuniaNya yang begitu besar ketika kita ditakdirkan untuk bersama. Atau pernah bersama. Bersama di jalan cinta para pejuang.

###
                Ada satu hal lagi yang makin menyadarkan saya tentang bahwa kita tak akan pernah memiliki hal apapun di dunia ini. Sebuah lagu dari Peterpan. Judulnya Tak Ada Yang Abadi. Agak kurang nyambung sih sepertinya. Tetapi setidaknya lagu itu menyadarkan saya juga bahwa tak ada yang abadi dalam kehidupan ini. Semua akan terus bergulir seiring dengan berjalannya waktu. Orang-orang yang mencintai kita dan yang kita cintai tak akan selamanya selalu menemani kita. Tak selamanya terus menjaga kita.Saya, Anda, kita semua akan kembali kepada Sang Pemilik kita.  Maka dari itu mari kita kembalikan segala rasa memiliki kita kepada Sang Pemilik Bumi dan Langit ini. Pemilik kita. Penjaga kita. Allah.
Wallahu’alam hissawab…..

Takkan selamanya tanganku mendekapmu
Takkan selamanya raga ini menjagamu
Seperti alunan detak jantungku

Tak bertahan melawan waktu
Dan semua keindahan yang memudar
Atau cinta yang telah hilang

Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi

Biarkan aku bernafas sejenak
Sebelum hilang

Takkan selamanya tanganku mendekapmu
Takkan selamanya raga ini menjagamu

Jiwa yang lama segera pergi
Bersiaplah para pengganti

Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi

Kamis, 19 Januari 2012

Tentang Hidup (Part I)


Bismillahirrahmaanirrahim….



Sejarah diri kita bermula dari pertama kalinya kita terlahir di dunia ini

Kita bersyukur bahwa kita dilahirkan dengan sempurna tanpa suatu cacat apapun

Maka ungkapan syukur itu menjadi penyemangat serta pendorong kita

Untuk memberikan arti terbaik pada kehidupan kita

Hidup itu indah….

Dengan segala dinamika peristiwa, kisah, momen, pengalaman

Yang pernah singgah serta terekam abadi dalam memori diri

Apapun yang menjadi kerumitan hidup

Akan berubah senyum di kemudian hari

Kelak kita akan memahami hikmahNya

Lewat roda-roda kehidupan yang terus membawa kita

Untuk terus bergerak, terus berjuang, terus melangkah ke depan

Menyambut hari-hari di hadapan dengan penuh suka cita dan rasa cinta

Semua terasa begitu berarti

Kala kita menikmati tiap detailnya momen dalam proses kehidupan ini...

Karena itu adalah ungkapan syukur kita kepada Sang Pencipta kita

Allah….

Cinta dari Langit


BumiNya…
_Lifelong Learner

Minggu, 15 Januari 2012

Tentang Cinta (Part I)







Bismillahirrahmaanirrahim......

jika kita menghijrahkan cinta, dari kata benda menjadi kata kerja
maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah
jika kita menghijrahkan cinta, dari jatuh cinta menuju bangun cinta
maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga
(Salim A. Fillah_Jalan Cinta Para Pejuang)


            Topik tentang cinta adalah yang hal yang selalu menarik untuk dibahas. Hingga Allah mengizinkan saya untuk membuka lembar-lembar buku Salim A Fillah. Tentang cinta. Judulnya Jalan Cinta Para Pejuang. Buku ini berisi tentang liku perjalanan panjang seorang pejuang dalam meniti, meraih cinta. Buku ini bukan sekedar tentang cinta yang biasa-biasa. Buku ini mengaitkan cinta dengan daya semangat juang tinggi yang kian mengokohkan langkah kaki untuk tetap menyusuri, jalan-jalan panjang dalam meraihnya. Inilah tentang sebuah cinta yang hidup, yang bersemarak, yang bermanfaat, yang kuat. Inilah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah. 

Cinta Rasul
                Seperti yang di tulis oleh sang penulis di Tapak Kedua buku ini, judulnya Cinta, Sebuah Kata Kerja. Salim A Fillah mengawali tulisannya dengan kisah sayyidina ‘Umar ibn Khattab dengan baginda Nabi Muhammad SAW….

“ Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.”

Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”  

“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “ Mulai saat ini engkau lebih kucintai darpada apapun di dunia ini.”

“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”

                Salim menuliskan ketika dia membaca kisah ini, dia takjub dan bertanya. Sebegitu mudahkah bagi orang semacam ‘Umar ibn Khattab menata ulang cintanya dalam sekejap? Sebegitu mudahkah cinta diri digeser ke bawah untuk member ruang lebih besar bagi cinta pada sang Nabi? Dalam waktu yang sangat singkat. Hanya sekejap. Salim berujar, alangkah indahnya andaikan ia bisa seperti itu. 

                Lantai ia melanjutkan bahwa cinta berhunungan dengan ketertawanan hati yang tak gampang dialihkan. Tetapi ‘Umar bisa. Dan mengapa dia bisa?

                Jawabannya adalah karena bagi ‘Umar cinta adalah kata kerja. Menata ulang cinta baginya hanyalah menata ulang kerja dan amalnya dalam mencintai. Ia tak berumit-rumit dengan apa yang ada di dalam hati. Biarlah hati menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalihnya. 

                Lantas sang penulis pun melanjutkannya tentang pemahaman yang ada tentang cinta pada saat ini. Erich Fromm mengemukakan bahwa “Cinta merupakan seni”, yang ditulisnya dalam The Art of Loving, “ maka cinta memerlukan pengetahuan dan perjuangan. Sayang, pada masa ini cinta lebih merupakan masalah di cintai ( to be loved ), bukan mencinta ( to love ) atau kemampuan untuk mencintai.”

                Persoalan cinta menjadi sesuatu hal yang sangat rumit dan tidak sederhana lagi. Karena cinta dalam latar piker kita adalah persoalan “dicintai”. Itu adalah sesuatu yang diluar kendali penuh jiwa kita. Kita dicinta atau tidak bukanlah suatu hal yang kita paksakan. Dunia di luar sana punya perasaannya sendiri, yang kadang secara aneh memutuskan siapa yang layak dan layak dicintai. 

                Salim A Fillah pun menuliskan kembali berisi kalimat ajakan untuk menyederhanakan tentang cinta. Bahwa cinta sebagaimana ‘Umar memahaminya adalah persoalan berusaha untuk mencintai. Cinta bukanlah gejolak hati yang datang karena paras ayu atau jenggot rapi. Tetapi sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus kita upayakan. Dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.



                Ada sebuah contoh kalimat yang terlontar dari seorang suami yang mengadu untuk bercerai. Dan kata-katany ini sangat menjadi tidak relevan, “Aku sudah tidak mencintainya lagi!” Nah… justru karena kau sudah tak mencintai lagi, maka cintailah dia. Karena sekali lagi cinta adalah kata kerja. Lakukanlah kerja jiwa dan raga untuk mencintainya. Kerjakan cinta yang ku maksudkan agar kau temukan cinta yanga kau maksudkan. Karena cinta adalah kata kerja. 

                Ada lagi kalimat seorang istri yang menerima seorang lelaki dengan keterpaksaan juga tak mempan. “Aku tidak mencintainya.” Engkau bisa memilih. Untuk mencintai atau membenci. Dan dalam keadaan kini, mencintai adalah pilihan yang masuk akal. Bukan perasaan itu. Mungkin ia memang belum hadir. Yang kumaksudkan adalah sebuah kata kerja untuk mencintai. Karena cinta adalah kata kerja. 

                Mencintai Allah, mencintai RasulNya, mencintai jihad di jalanNya juga berada dalam logika yang sama. Ia melampaui batas-batas perasaan suka dan tak suka. Mungkin ia sulit atau bahkan kalah jika dibandingkan dengan kecendrungan hati untuk mencintai ayah, anak, saudara, isteri, simpanan kekayaan, perniagaan, dan kediaman-kediaman indah. Tetapi ia mungkin dan masuk akal untuk digapai. Karena bukan “perasaan cinta” yang dituntut di sini. Melainkan “kerja cinta”. 

                “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah:216)

                Dalam jihad, cinta menjadi sederhana. Bukan karena kita suka melihat darah tumpah, bukan karena kita menyukai anyir peperangan. Perasaan kita boleh tetap membencinya. Tetapi cinta adalah kata kerja seperti yang terungkap dalam bai’at para sahabat, “Kami siap untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan rajin maupun malas, baik dalam suka maupun duka, dalam keadaan rela maupun terpaksa.” Inilah kerja untuk mencintai. Karena kita beriman kepada Allah, karena kita percaya pada ilmuNya, dan percaya pada kebaikan-kebaikan yang dijanjikanNya.

                Di jalan cinta para pejuang, cinta adalah kata kerja. Biarlah perasaan hati menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalih kita.

                Sebuah lecutan semangat yang tiada terkira. Mengartikan cinta kepada sebuah kata kerja. Mengutamakan kerja cinta dibandingkan perasaan cinta. Karena cinta itu harus di upayakan, harus di usahakan, harus diperjuangkan. Maka perasaan cinta pun akan mengikutinya. Dan bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan!!! Bismillah…. Aku berangkat dari terminal keberangkatan…. Menuju jalan cintaNya. Insya Allah. Amiin


_Sumber : Buku Jalan Cinta Para Pejuang
Karya Salim A Fillah, semoga Allah memberkahi tulisan akhi
Amiiin. Jazakallah atas inspirasinya!!




Senin, 09 Januari 2012

Muhasabah Cinta.... (edcoustic_red)

Bismillahirrahmaanirrahim......

“Tuhan… baru kusadar
Indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur…..”



            Kutipan lagu edcoustic di atas, kini sedang menyentiku. Benar! Aku memang ga 

bersyukur dikasih nikmat sehat sama Allah. Astaghfirullah! Mulai dari diare yang ga 

kunjung sembuh. Ditambah lagi sekarang karena kehujanan beberapa hari yang lalu

dan akhirnya drop batuk dan pilek. Dua kotak tissue belum menyudahi fluku. Batuknya 

juga mantap benar lah. Sekarang kalo naik motor musti pake jaket dobel. Kalau engga...

walaah... dingin banget. 

             Sekarang... mana lagi mau ujian dan mulai masuk sekolah lagi. Mulai untuk 

mengajar lagi, mulai interakasi dengan anak2, berpacu dengan targetan sekolah. 

Bismillah... kuatkan hamba ya Rabb. Amiin. Insya Allah. 

Karena tiada lain yang memberi kan penyembuh bagi suatu penyakit melainkan Engkau 

Sang Maha Penyembuh. 

              Ibadah juga jadi ga optimal. Ya Allah.... faghfirli. Kembali nada edcoustic itu 

mengalun... berharap pada satu-satuNya pengharapan....



Kata-kata cinta terucap indah
Mengalun berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini
Ya ilahi....
Muhasabah cintaku...

                  Sekarang….. aku menerima segala konsekuensi atas kesalahan hamba Ya Rabb. Aku 

belajar untuk mengikhlaskan diri, menikmatinya walau jujur sangat berat. 

Apalagi ketika tadi malam malah lalai bangun. 

Padahal raga sudah meminta untuk bersujud. Namun…. Astaghfirullah……

Bait terakhir lagu ini…. Menjadi do’a penguatku ya Rabb, bantu aku….



Tuhan... Kuatkan aku
Lindungiku dari putus asa
Jika ku harus mati
Pertemukan aku denganMu


Ayat ini yang  juga mengingatkanku….. untuk bersabar atas segala sakit yang ku rasa. Insya Allah



“ Dan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innalillahi wa inna lillahi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya lah kami kembali) “
(Al-Baqarah : 155-156)


Insya Allah.... Amiiin ya Rabb






Kamis, 05 Januari 2012

Hati


Bismillahirrahmaanirrahim…….



Cinta Allah....
“Ketahuilah, di dalam tubuh itu terdapat segumpal daging. Jikalau segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan jikalau segumpal daging itu buruk, maka buruk pula seluruh tubuh manusia. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah Hati”
(HR Bukhari dan Muslim)


               Hati…. Lagi lagi tentang hati. Dimana ada segala campur baur rasa, pertarungan batin antara hawa nafsu. Ya Allah… hamba yang masih terus bertanya dan belajar lebih banyak tentang hati. Bismillah…. Kuatkan hamba ya Rabb, meghadapi segala uji yang akan hamba hadapi di hadapan. Yang berkaitan dengan H A T I. Insya Allah. Amiiin

            Hati… mengingatkan saya kepada sebuah senandung lagu indah. Yang di ciptakan serta dinyanyikan oleh seorang yang taka sing lagi bagi kita… Aa Gym


Jaga.. Jaga... Jaga... Jaga... Jagalah hatimu
Jangan... Jangan... Jangan biarkan kotori hatimu

Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya illahi

Bila hati kian bersih, pikiran pun kian jernih
Semangat hidup kan gigih, prestasi mudah diraih
Namun bila hati busuk, pikiran jahat merasuk
Ahlak kian terpuruk, jadi mahluk terkutuk

Bila hati kian suci, tak ada yang tersakiti
Pribadi menawan hati, ciri mukmin sejati
Namun bila hati keruh, batin selalu gemuruh
Seakan dikejar musuh, dengan Allah kian jauh

Bila hati kian lapang, hidup sempit tetap senang
Walau kesulitan datang, dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit, segalanya makin rumit
Seakan hidup terhimpit, lahir batin terasa sakit


Jaga hati ta....
Jaga Allah maka Allah pun akan menjagamu
Insya Allah, Amiiin



Minggu, 01 Januari 2012

Ternate and Tidore island


Bismillahirrahmaanirrahim……

The Entrancement of Ternate Island
Ternate. Pada awalnya saya hanya tahu bahwa pulau itu adalah tempat tinggal paman saya. Beliau terpisahkan jauh dari paman2 saya yang lainnya. Yang kesemuanya masih tinggal satu pulau dengan saya di Jawa. Tetapi paradigm saya berubah ketika Allah mengizinkan ayah suatu waktu untuk bisa sampai di sana, pulau Ternate. Waaaw…..



Emangnya saya ga pengen gitu kesana? Pengen banget lah. Setelah ayah membawa pulang oleh2 foto-fotonya ketika beliau ada di Ternate. Saya berdecak kagum seraya memujiNya, Subhanallah… indah!

Sunset in Tidore Island
Ternyata tidak hanya sekedar pulau biasa. Dan pesona gambar yang ada di salah satu pecahan uang Indonesia pun nampak di belakang ayah. Itu Tidore. Dan dari google saya copy tentang Ternate dan Tidore…


            


Ternate dan Tidore adalah dua pulau kecil yang hampir sama, di sebelah barat adalah pulau besar Halmahera, yang hampir berhadapan satu sama lain, masing-masing dibentuk oleh gunung berapi yang muncul dari Laut Maluku yang dalam. Sedangkan Ternate didominasi oleh Gunung Gamalama, di Tidore.

Saat ini, kota Ternate adalah ibu kota provinsi Maluku Utara, rumah bagi dua pertiga dari penduduk pulau, yang umumnya beragama Muslim. Di sini, Anda dapat mengunjungi peninggalan sejarah dan menyaksikan tradisi budaya lokal. Kota ini merupakan pusat dan basis modern untuk kegiatan perdagangan pulau. Kota Ini memiliki pusat bisnis, wisata sejarah, jaringan transportasi, dan jasa pariwisata. Kota ini juga sedang dalam pembangunan kerusakan struktural selama konflik 1999 antara Muslim dan Kristen. Sebaliknya Tidore dipenuhi dengan desa-desa kecil di sekitar pulau.

What does it mean ya???
 Ada suatu foto yang bikin saya penasaran deh. Saya dapet foto itu dari google dan apa ya kira2 rahasianya? Gambar nya seperti di ambil di salah satu puncak bukit atau gunung yang ada di pulau Ternate (mungkin). Semoga waktuNya mengantarkan agar tahu tentang gambar ini. Sabar sabar…. Insya Allah ada waktunya ta kamu tahu! Hehehe.

Dan foto ini sepertinya tempat ayah naik sampan bersama Ka Hendra, kakak sepupu saya yang tinggal di sana. Ayah juga cerita banyak hal tentang pesona pulau Ternate. Kebeningan lautnya yang tidak ayah temukan di Jawa, naik sampan, naik boat ke Tidore, orang-orangnya, masyarakatnya, makanannya, katanya ayah pernah disuguhi ikan kerapu dengan bumbu khas daerah sana oleh Ka Hendra. Apa namanya tuh? Sebutannya lupa! Pokoknya lucu aja namanya. 

Asyik ya bisa nge bolang ke tempat2 lain yang ada di Indonesia. Asyik ya bisa banyak bercerita tentang ke khas an masing-masing pulau yang ada di dunia, khususnya Indonesia. Ternate dan Tidore, 2 pulau yang begitu menarik hati saya untuk bisa mengunjunginya satu waktu. Jika Allah mengizinkannya….  Melihat langsung pesona ciptaanNya. Merasakan naik sampan, snorkeling, melihat dasar laut yang bening, melihat senja (romantiiis), melihat ikan2 berenang dengan tenangnya, diving.  Wiiih… pengen banget!!!

Sunset in Tidore Island....
Foto yang paling saya senangi adalah foto pulau Ternate yang paling atas dan foto dermaga di Tidore ini. Lagi sunset. Indah Ya? Apalagi lihatnya bareng mujahid saya. Hehe. Affirmasi nih yee. Amin. Insya Allah. 

Ternate…. Tidore… Insya Allah, perputaran waktuNya akan menyediakan diri saya untuk bisa langsung ada di sana. Entah kapan waktuNya, entah dengan siapa, entah dengan tujuan apa, entah dan entah. Dengan segala kelemahan diri ini…. tapi saya yakin saya bisa ke sana. Suatu saat ada hal yang bisa mengharuskan saya berada di sana. Ternate…. Tidore…. Insya Allah. Amin


# Masih menjadi rahasiaNya….entah kapan dan siapa yang membawaku ke pulau2 ini….Bawa aku dan kita bersama mentadaburi alam… memahami maknaNya yang tersirat pada alam… Insya Allah. Amiiin