Selasa, 07 Mei 2013

Rindu Anak-anakku (kelak) Insya Allah


Bismillahirrahmaanirrahim ….

Tadi malam saya melihat TL nya mba Oki Setiana Dewi tentang pesan-pesan dalam ayat Al-Qur’an. Dari urutan yang pertama sampai ke 20 atau 23 gitu, saya lupa dan pesan terakhir adalah untuk anak surat Luqman ayat sekian. Lalu lanjutan TL beliau malah tentang kilasan balik tentang seminar parenting yang beliau ikuti tadi sepertinya. Sepertinya dalam kegiatan seminar tadi, mba Oki serta peserta lainnya diarahkan untuk menuliskan surat untuk anak-anaknya. Dan mba Oki pun bilang, meski mereka (anak-anaknya kelak) belum ada tapi dia tuliskan surat ini yang akan beliau berikan bertahun-tahun nanti. Kemudian ada 2 nama yang menjadi pilihan mba Oki, yaitu Abdullah dan Abdurrahman. Kemudian mb Oki meng-upload foto surat untuk anaknya itu. Duuh…. Saya jadi terharu. T_T

Saya jadi terinspirasi deh mba Oki, mau ya ikut jejaknya! ^^

Entah mengapa memang dari pekan yang lalu, saya juga merasakan keanehan yang luar biasa pada diri saya sendiri. Ada perasaan rindu pada sosok-sosok yang mungkin belum ada pada wujud konkritnya di dunia, tetapi mungkin sudah ada di Lauhful MahfudzNya, wallahu’alam.

Saya rindu pada (yang akan, insya Allah jadi anak saya kelak) AlFatih, beserta adik-adiknya. Saya memang punya harapan jika kelak nanti dianugerahkan anak laki-laki maka akan saya namakan dia dengan nama Muhammad AlFatih, karena saya ingin dia punya semangat yang sama seperti penakluk konstatinopel itu. Saya bahkan sampai menangis kala mengingatnya. Masya Allah, benar-benar aneh banget deh apa yang saya rasa. 

Dalam do’a saya padaNya, saya berharap agar diberikan kekuatan agar Allah memampukan saya menjadi seorang ibu yang baik buat anak-anak saya nanti. Mungkin apa yang rasa tentang kerinduan sosok mereka, karena saya merasa diri ini belum menjadi diri yang baik bahkan untuk diri saya sendiri. Astaghfirullah…. Kadang memang ketika down, saya mudah sekali putus asa begitu. Padahal kan kita ga boleh berputus asa dari rahmatNya yah? Astaghfirullah, ampuniku ya Rabb.

Hmm…. Oke deh, sekarang untuk sebuah kerinduan yang mendalam. Saya akan tulis surat buat mereka, harapan saya untuk diri saya, harapan saya untuk mereka dan harapan kami bersama beserta abinya. Insya Allah

_to be continued 

Sabtu, 23 Maret 2013

Kampus Perjuangan (UIKA Bogor)


Bismillahirrahmaanirrahim …

UIKA Bogor

Foto ini saya ambil ketika hari kamis kemarin tanggal 21 Maret. Setelah mengerjakan tugas-tugas kuliah di warnet, kemudian saya menyebrang menuju foto yang saya abadikan itu. Foto itu adalah sebuah gambar yang bukan hanya gambar biasa. Tetapi gambar itu punya warna, punya cerita serta warna yang berbeda buat saya. Akhirnya saya putuskan untuk beberapa menit saya ambil dan saya abadikan dalam kamera handphone saya. Meski di hati saya, sudah lebih dahulu terpatri namanya. *gubraak, sok puitis amaat

Nama kampus itu UIKA, dan ada tambahan nama kota dimana dia berada yaitu Bogor. UIKA itu kepanjangan dari Universitas Ibn Khaldun. Kurang lebih 4 tahun yang lalu, asa saya sempat melayangkan diri kepada salah satu fakultas di dalamnya. Entah kenapa saya menginginkan untuk berada di sana. Menimba ilmuNya di sana. Dan bulan September tahun 2010, Allah izinkan saya untuk benar2 tercatat menjadi salah satu mahasiswi di sana.

Kini, saya tengah memasuki tahun ketiga untuk menempuh pendidikan S1 jurusan Pendidikan. Bahasa Inggris khususnya. Saya akui, makin tinggi semester, maka makin tinggi pula mata kuliah yang saya pelajari. Itu artinya, makin tinggi  juga, ujian serta cobaan untuk tetap terus bertahan dan terus memperjuangkan semuanya. Bukan hanya bertahan, tetapi terus berjalan menyelesaikan pendidikan tepat waktu. Aamiin ya Rabb.

Bukannya mau menyalahkan keputusan teman-teman saya juga sih, yang ada sebagian cuti untuk tidak kuliah di semester ini, atau pun ada yang keluar dan tidak melanjutkannya lagi karena berbagai hal yang mengharuskan mereka untuk memilihnya. Tetapi hal ini saya anggap atau membuat saya teringat dengan perkataan seorang dosen saya di semester 2. Yang pernah pula saya jadikan sebuah catatan di facebook saya. Beliau bilang, semakin tinggi semester maka semakin tinggi pula hambatan serta tantangan yang ada. Dan kemudian beliau mendo’akan kami semua agar terus bertahan hingga menyelesaikan studi dengan baik. Aamiin.

Hmm,,, apakah lulus S1 itu adalah akhir tujuan dari perjuangan saya? Saya berfikir bahwa kelulusan saya nanti adalah awal bukan akhir. Mengapa? Karena di saat itulah penimbaan ilmu yang 4 tahun saya jalani, insya Allah akan saya aplikasikan dalam kehidupan yang nyata.

Ya Allah, semoga kekuatanMu selalu menguatkan langkah kaki ini untuk mampu menuntut ilmu sampai kapanpun dan dimanapun juga. Karena hanya kekuatanMu yang memampukanku. Hanya kekuatanMu….

Senin, 04 Maret 2013

Muhammad Al Fatih


Bismillahirrahmaanirrahim ….


Muhammad Al Fatih, sebuah nama yang tak  asing lagi di telinga ini mendengarnya. Dialah seorang sosok yang sejak masa kanak-kanaknya telah ditanamkan untuk menjadi seorang pemimpin besar. Seorang yang telah ditanamkan kuat dengan ajaran Islam serta ilmu pengetahuan lainnya, serta memiliki impian besar untuk penaklukan sebuah benteng, yaitu Konstantinopel.  Sang guru pun seringkali mengajak Al Fatih kecil untuk melihat benteng itu dari kejauhan, sambil berkata, “Lihatlah di seberang sana, Rasulullah pernah bersabda bahwa benteng itu akan ditaklukkan seorang pemimpin yang merupakan sebaik-baiknya pemimpin dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara. Saya percaya, pemimpin itu adalah kamu.”

Itulah kalimat penyemangat, dari seorang guru untuk Al Fatih yang setiap hari dia tumbuhkan. Demi sebuah keyakinan yang akan terus menguat di dalam diri Al Fatih. Catatan sejarah 800 tahun sejak masa para sahabat, Konstantinopel tidak pernah tertaklukkan. Bahkan Ayah, kakek, atau pendeknya banyak pihak sebelumnya gagal menaklukkan kota ini. Yang dilindungi benteng dengan dinding setebal 10 meter. Di sekeliling benteng masih terdapat parit selebar tujuh meter. Jika diserang lewat Barat, ada benteng dua lapis. Dari Selatan, ada pelaut Genoa yang kuat dan berpengalaman. Sementara, masuk dari arah Timur nyaris tidak mungkin karena armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang dilindungi rantai besar hingga kapal perang kecil pun tak bisa lewat. Lalu, bagaimana mungkin Al Fatih bisa berhasil?

Ketika ratusan ribu pasukannya selama berpekan-pekan tidak juga berhasil menaklukkan Konstantinopel, Al Fatih yang tak ingin menyerah akhirnya menemukan kelemahan pertahanan lawan di selat sempit Golden Horn. Karena terlalu yakin tidak ada kapal yang sanggup melewati rantai yang dipasang di lautan, pertahanan di bagian ini agak lemah.

Al Fatih memerintahkan pasukannya menarik dan menggotong kapal mereka melalui jalur darat, melewati pegunungan. Dalam semalam, 70 kapal laut pindah dari selat Bosphorus menuju Selat Tanduk untuk kemudian melancarkan serangan tidak terduga yang berakhir dengan kemenangan yang dinanti selama berabad-abad lamanya.

Pastinya ada banyak rangkaian catatan perjuangan dibalik kesuksesan tersebut. Selain impian yang ditanamkan sejak kecil, pola asuh yang diterapkan sang ayah sangat berpengaruh kuat sehingga tertanam kuat dalam dirinya sebuah tekad untuk menaklukkan benteng yang menjadi kunci penyebaran Islam di Eropa Timur.

Sang ayah pun mencarikan guru terbaik dan memberikan kekuasaan kepada sang guru untuk mendisiplinkan putra mahkota. (Sumber; Resonansi Asma Nadia 020213)
***

Muhammad Al Fatih, telah begitu banyak memberikan saya inspirasi dan pemahaman. Bahwa seorang pemimpin besar itu tidak lahir begitu saja tanpa adanya pengajaran dan pendidikan terbaik dari orang tuanya. Pendidikan terbaik itu juga tidak tersedia begitu saja dalam diri setiap orang tua. Semuanya itu berawal dari sebuah kesadaran diri masing-masing seorang wanita dan pria yang bersatu dalam ikatan suci pernikahan, yang bersama mempunyai sebuah cita kelak melahirkan generasi mulia. Semua itu butuh perjuangan gigih dari calon orang tua untuk mempersiapkan diri menjadi guru yang paling pertama bagi anak mereka nanti. Yang menjadi tongkat estafeta perpanjangan kemenangan dien agama ini. Bahkan jauh sebelum mereka merencanakan pernikahan sekalipun.

Bagaimana kelak kita akan melahirkan generasi terbaik jika diri kita sendiri tidak pernah menjadi pribadi yang baik pula? Tidak pernah selalu bermujahadah untuk selalu berbenah memperbaiki diri, lalu bagaimana kita bisa mewujudkan cita-cita kita?

Setiap harapan maupun cita-cita yang kita azzamkan, dengan ikhtiar serta do’a yang maksimal serta atas  izin, kekuasaan dan kekuatanNya lah dapat kita wujudkan. Apalagi untuk sebuah niat mulia yang kita landaskan untuk beribadah kepadaNya. Menjadi pendidik bagi diri sendiri, keluarga maupun ummat untuk menjadi generasi terbaik, penyeru dan penegak agama ini di bumi.

Setiap kita punya keinginan, harapan, azzam ataupun cita-cita yang unik dan berbeda. Apapun itu semoga semua cita itu berdasarkan atas keinginan kita dalam rangka ibadah kepadaNya. Semoga cita itu kita kuatkan selalu juga dengan ilmu, serta yang terutama iman.

Anda punya impian, harapan, cita-cita ataupun azzam yang besar kan? Saya pun begitu. Dan tulisan ini adalah salah satu bentuk upaya mujahadah saya dalam mewujudkannya. Sebuah nama yang memberikan saya inspirasi. Sebuah nama yang memberikan saya semangat serta keyakinan yang begitu kuat. Sepenggal sejarah yang termahsyur hingga kini, dan kelak ingin saya lanjutkan pula dengan cerita yang berbeda tetapi dengan sebuah rasa semangat yang sama.

_our dream's_
Semoga ini bukan sekedar hanya impian saya semata, tetapi juga cita saya dengannya. Seseorang yang kelak nanti Allah pinjamkan menjadi pendamping saya, dan saya dipinjamkan Allah untuk mendampinginya. Berdua, bersama melahirkan sosok serupa sang penakluk benteng yang telah dinanti berabad lamanya. Semoga Allah izinkan, Aamiin.    




*Muhammad Al Fatih, adalah do’a serta cita-cita kita bersama


Sabtu, 16 Februari 2013

Selamat Datang (Semester VI)


Bismillahirrahmaanirrahim …

Alhamdulillahirrabil’alamin, akhirnya lega banget setelah menyelesaikan UAS semester ganjil awal Januari kemarin. Itu pertanda bahwa semester 5 telah usai. Huffh…. *menghela nafas panjang

Semester 5, merupakan semester yang “sesuatu” banget deh buat saya. Mata kuliah nya memang sama seperti semester2 sebelumnya. Cuma muatannya memang jauh lebih berbobot dan berbahasa inggris semua. Iyalah bahasa inggris? Kan memang itu jurusan kuliah saya. Hehehe, cape dehh… *nyengir

Ternyata yang merasakan kelegaan luar biasa setelah UAS semester 5 bukan saya ajah loh. Teman2 saya yang lainnya juga. Bahkan sampai ada yang benar2 menghitung detik2 berakhirnya semester 5 di ujian terakhir. Lebay yah? Hehehe.

Oke, lepas dari UAS kita punya waktu tenggang libur sejenak menuju semester 6. Sekitar 3 pekan . Masuk lagi tanggal 12 Februari untuk bimbingan akademik semester  6. Dan tanggal 18, yaa mulai masuk deh ke semester 6. Welcome… *bahasa inggrisnya keset tuh

Insya Allah di semester 6 nanti akan ketemu dengan 8 mata kuliah. Jumlah SKS nya ada 21. Salah satu SKS ada yang bobotnya sampai 4 SKS booo… *mantap
Dan jum’at kemarin menjadi hari dimana saya dan teman2 memulai bimbingan. Harusnya sih hari Selasa, tetapi karena ada kesalahan jadwal dari TU, makanya kita harus bersabar menunggu sampai jadwal benar2 fix. Ketika bimbingan, Pembimbing akademik sayah bilang, kalo semester ini butuh ekstra kerja keras untuk menempuhnya. Kita semua sudah mau mempersiapkan KKM di akhir semester 6 nanti. Jadi semester 7 ga terganggu lagi dengan kegiatan KKM. Semoga dimudahkan Allah. Aamiin.

Ketika pembimbing akademik saya mau menandatangani FRS saya, beliau tanya tentang kemerosotan nilai IP saya semester 5 kemarin. Saya jawabnya jadi ya gugup gimana gitu. Memang turun drastis. Benar2 jatuh dah pokoknya. Parrahuu. Astaghfirullah….
Saya benar2 mengakui semua kesalahan2 saya di semester kemarin. Ya ampun, ga usah ditulis akh, maluuu. *nutup muka

Akhirnya, datang juga semester 6. Semoga momentum ini bisa saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk memperbaiki semester 5 yang benar2 menyedihkan nilai2nya serta prestasinya. Tapi itulah proses saya belajar. Dan dari situ saya harus menerima konsekuensinya. Mempertanggungjawabkan untuk memperbaikinya. Insya Allah, belum terlambat, dan memang tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik, untuk ilmu, dan untuk Allah.

Insya Allah, semoga kekuatanNya memampukan saya menjalani perbaikan dengan baik. Aamiin.

Insya Allah, BISA!
Let’s fight! 

Minggu, 10 Februari 2013

Go to Thailand



Bismillahirrahmaanirrahim ….

Ya ampun, parah banget deh saya. Jarang banget upload tulisan di blog sampai udah ganti tahun pula. *tepok jidat
Banyak kejutan ketika buka dasbor, tentang cerita2 upload-an teman2 blogger dan sahabat saya yang shalihah, liawati. Baru lihat tulisan tentang MerahPutih MyBest yang mengharukan sekalee. *lebayy
Oke deh, langsung ajah mau curhat banyak neh blogger. Dimulai yang mana dulu yak? Saking banyaknya atau saking buntunya mau nulis nih? *ngeles.com

Ya udah mulai cerita dari kampus saya tercinta saja yaa. Jadi begini, pas tahun lalu kemarin di bulan Desember, suatu sore Bapak Fauzi Syamsuar (dosen), memasuki kelas saya dan mengumumkan sesuatu. Beliau bilang bahwa salah satu universitas di Thailand mengundang mahasiswa-mahasiswa dari Malaysia, Thailand dan Indonesia, masing-masing 10 orang. Untuk mengadakan pertemuan di universitas tersebut, dalam rangka berdiskusi tentang perkembangan kebudayaan di ASEAN. Naah… dalam rangka menjaring 10 mahasiswa tersebut, maka beliau menjelaskan ketentuan bagi siapa yang berminat untuk ikut ke Thailand. Syarat-syaratnya adalah 1) IPK minimal 3,0 , 2) Mengirimkan tulisan dalam bentuk essai yang bertemakan “The Importance of Cultural Awarness in Developing Indonesia”, minimal 500 kata dan maksimal 600 kata, 3) Dikumpulkan paling lambat tanggal 4 Januari 2013.
Beliau bilang lagi, bahwa pemberangkatan di awal bulan April dan akan memakan waktu 5 hari 4 malam disana. Waah, kedengarannya menarik banget yah?

Akhirnya beliau menuntaskan pengumumannya dengan berharap banyak bahwa di kelas saya ada salah satunya yang bisa berangkat ke Thailand. Insya Allah.
Awalnya saya benar-benar sangat semangat untuk ikut kesempatan ini. Alhamdulillah syarat atau ketentuannya bisa saya ikhtiarkan. Lagipula ini juga salah satu jalan impian saya juga bisa keluar negeri dengan prestasi. Sampai udah berunding dengan seorang sahabat bagaimana caranya bikin essai yang semaksimal mungkin. Tetapi lama-lama saya terbentur dengan ketakutan-ketakutan saya tersendiri. “Gimana izin dari sekolahnya ya kalo saya nanti pergi ke Thailand? Apakah sekolah mengizinkan saya??? Anak-anak bagaimana nanti?”

Astaghfirullah, saya tersadar. Sejak kapan ikut kesempatan ini dengan niat untuk benar perginya saja, bukan untuk ilmu? AKhirnya saya pasrahkan semua. Terpilih atau tidak, pergi atau tidaknya, saya tetap menuliskan essai itu untuk ilmu. Akhirnya pas banget tanggal 4 Januari, saya mengumpulkan karya tulis itu kepada dosen yang bersangkutan. Beliau bilang, nanti akan di informasikan lagi yaa.
Dan taraaa….. besok paginya, saya dapat pesan singkat dari Bapak Fauzi, bahwa beliau sudah membaca karya saya dan menunggu saya untuk mendiskusikan karya tulis saya secara lisan. Alhamdulillaah ya Allah…
Ketemunya sore, sehabis ashar. Akhirnya demi kelancaran nanti ketika berdiskusi dengan sang dosen, saya sempatkan untuk membahas isi essai dengan cara diskusi. Hmmm, sedikit membantu persiapan saya untuk berdiskusi nanti. Dan tibalah waktunya, saya sudah berada di hadapan dosen saya kini. Ternyata diskusinya tidak seseram yang saya bayangkan. Tidak terlalu mengupas essai saya, dan waktunya yang sangat singkat hanya 5 menit. Seusai itu saya disuruh menghadap ke ibu pembantu dekan 1, yaitu Bu Nanik. Untuk melakukan wawancara yang selanjutnya. Haa? Surprise deh saya musti ada wawancara lanjutan dengan Bu Nanik. Tapi ya bismillah aja yah. *deg2an

Ketemu Bu Nani, wawancaranya lumayan lebih lama dibanding dengan Pak Fauzi. Beliau lebih banyak memberikan masukan bagaimana nanti disana, bahwa ke10 mahasiswa yang terpilih akan menjadi duta dari Indonesia. Kita yang membawa nama baik bangsa serta universitas serta khususnya fakultas pendidikan. Seusai wawancara, Bu Nani menyuruh saya menuliskan nama, nomor mahasiswa serta nomor handphone pada secarik kertas. Ternyata saya orang ke 17, sudah ada deretan 16 nama di atas nama saya yang sudah diwawancara beliau. Saya mengenali beberapa deretan nama di kertas itu. Yang dipilih kan Cuma 10, itu berarti akan ada penyaringan lagi dari keseluruhan mahasiswa yang telah diwawancara. Saya sudah sangat jauuuh bersyukur bahwa saya dapat menuliskan essai, berdiskusi dan diwawancarai. Entah saya terpilih atau tidak, saya berdo’a sama Allah minta sebuah keputusan yang terbaik. Saya serahkan kepada keputusanNya.

Pada akhirnya, 10 nama telah diumumkan beliau di facebook. Apakah nama saya tertera disana? Ternyata tidak. Apakah saya kecewa? Ya, sedikit. Harapan saya untuk pergi memang ada, tetapi tidak menggebu dan memaksakannya. Karena dari awalnya saya memang berdo’a padaNya, meminta jalan terbaikNya. Dan mungkin ini jalan dariNya.
Meski saya tidak terpilih, saya belajar banyak hal. Mungkin saya harus lebih banyak belajar lagi tentang kemampuan menulis saya, bahasa inggris saya, dan sebagainya. Ya, semua ada hikmahnya. Ga ada yang sia2.
Saya syukuri juga, bahwa saya tidak perlu risau untuk meminta izin dengan sekolah serta dilema meninggalkan anak didik selama sepekan. Alhamdulillah…