Minggu, 25 September 2011

Goresan Hatiku


Bismillahirrahmanirrahim

            Malam ini, sejuk banget deh. Setelah diguyur hujan deras tadi sore. Aku yang bergegas, mau pulang sudah malam ternyata. Habis bermalam di rumah bunda. Setelah “ritual” rutin sebelum pulang, aku malah nangis sesenggukan. Masih kangen, masih pengen nginep sebenarnya. Tapi aku takut malah besoknya lebih kangen lagi. Hiks
            
             Ya Rabb, perasaan itu muncul lagi. Takut kehilangan. Jadi inget dengan teman saya kemarin di sekolah. Waktu saya menyebarkan kertas cantik berwarna merah muda itu kepada guru2 di UQ, saya tertangkap basah oleh teman saya itu. “Kenapa Bu Prita ko malah kaya murung? Takut yak arena ditinggal nikah sama Bu Ridha?” ujarnya. Kata2nya sangat mengejutkan saya. Bagaimana ibu itu bisa tahu??. Apakah memang saya terlihat ketakutan kehilangan?.
           
              Walaupun bunda yang malah takut kalau aku yang akan berubah ketika bunda sudah menikah nanti. Tapi malah aku yang merasa takut sekarang. Tetap saja beda, walau bagaimanapun jyga. Jujur di dalam hati, aku takut. Takut tidak tahan menahan air mata di hari H nanti. Masa iya aku ga turut berbahagia??. Jahat amat yah aku. Astaghfirullah…
           
           Aku yang memahami dan bilang sendiri pada bunda. Ketika dia risau kalau aku akan berubah ketika bunda menikah nanti, bahwa segala sesuatu ada waktuNya. Dan memang ini sudah waktuNya bunda untuk memulai kehidupan baru, membina keluarga ditemani seorang Imam pilihanNya. Insya Allah. Tapi ternyata malah aku yang belum paham sekarang.
            
        Ya Allah ya Rabb, pahamilah hamba atas segala ketentuanMu yang terjadi dalam hidup hambaMu ini. Kuatkanlah hamba agar mampu menahan air mata untuk tidak kutumpahkan di hari akad nanti. Berikan hikmah yang terbaik pada hamba ya Rabb. Dan untuk bunda sama abi, yang tinggal menghitung hari. Hari sebuah ikrar mengukuhkan janji suci. Perjanjian sacral, mitstaqan ghalizho. Sebuah catatan kecil yang telah dibuat. Menjadi awal dari niat suci dan kemudian diaplikasikan di dalam kehidupan.
          
       Allah selalu menyertai bunda sama abi. Kasih dan CintaNya, selalu  menjadi penguat untuk merealisasikan catatan kecil menjadi sebuah jihad abadi sampai nanti bertemu di surgaNya.


_Rumah, 250911
Penuh rindu, selalu

Kamis, 15 September 2011

Arvan Pradiansyah berkata


Kawan saya seorang direktur perusahaan terkemuka suatu ketika mengirimkan pesan melalui BlackBerry menanyakan kabar saya. “Saya sedang di luar kota,” kata saya seraya menyebutkan nama sebuah kota, “Saya sedang membantu teman-teman sebuah perusahaan, lokasinya di tengah hutan, sekitar 4 jam dari bandara.” Kawan saya menjawab, “Luar biasa Pak Arvan ini. Cari uangnya sampai sejauh itu. Hebat. Sukses ya.”

Saya terkesiap membaca pesan tadi. Cari uang? Apa benar saya sedang mencari uang sampai sejauh itu? Kalau hanya untuk mencari uang, buat apa saya bersusah-susah dating ke pelosok meninggalkan anak dan istri saya berhari-hari di rumah?

Pertanyaan-pertanyaan itu seakan tak sabar bermunculan di kepala saya. Seketika itu juga perasaan tidak nyaman menyergap diri saya. Apa benar saya bekerja untuk mencari uang? Mudah-mudahan tidak, walaupun bisa saja orang melihatnya seperti itu.

Sesungguhnya saya malah tidak pernah terpikir sama sekali bahwa saya bersedia mengunjungi tempat-tempat yang sunyi di berbagai pelosok Indonesia sekadar untuk mencari uang.
Bukannya saya tidak membutuhkan uang, tetapi kalau uang yang saya cari rasanya tawaran untuk pergi ke pelosok-pelosok ini akan saya tolak. Medannya seringkali cukup berat, waktu yang tersita juga cukup banyak, belum lagi harus meredam perasaan rindu karena berada jauh dari istri dan anak-anak. Tapi kenapa akhirnya saya memilih untuk melakukannya?

Karena ini memang misi hidup saya yaitu membantu para profesional, membuat mereka tercerahkan dan termotivasi, membuat mereka lebih sukses dalam pekerjaannya. Singkatnya, saya bekerja untuk melayani.
Saya tahu bahwa kalimat ‘bekerja untuk melayani’ masih terdengar asing bahkan aneh di mata sebagian besar profesional kita. Mungkin ada yang berpikir bahwa kalimat ini digunakan untuk menutupi motivasi yang sesungguhnya yaitu mencari uang.

Mungkin ada yang menyangka bahwa kalimat ini diperlukan agar pekerjaan lebih berkesan elegan. Bahkan mungkin juga ada yang menuduh saya munafik dengan mengatakan ini. Memangnya ada orang yang bekerja bukan karena mencari uang? Seorang peserta pelatihan bahkan pernah mengajukan pertanyaan langsung kepada saya: “Memangnya Anda mau bekerja kalau tidak dibayar?”

Ini sebuah pertanyaan yang bagus. Apakah saya dibayar oleh klien? Tentu saja itulah yang terjadi. Tapi bukankah klien saya juga dibayar oleh kliennya lagi? Dan bukankah kliennya klien saya itu juga dibayar oleh kliennya lagi? Demikian seterusnya. Jadi kalau saya tidak dibayar justru itu aneh dan menyalahi hukum keadilan.

Dibayar sesungguhnya adalah konsekuensi dari pelayanan yang kita berikan. Ia bukanlah tujuan bekerja, ia bukanlah sesuatu yang kita cari, tapi sesuatu yang kita dapatkan. Ia juga bukan satu-satunya yang kita dapatkan karena ada banyak
hal lain yang saya dapatkan dengan bekerja yaitu kepuasan batin, perasaan bermakna, perasaan menjadi orang penting, kemajuan dalam intelektualitas dan kompetensi serta mendapatkan persahabatan dan relasi.

Kebutuhan tersembunyi

Bekerja sesungguhnya memberikan banyak sekali keuntungan kepada kita. Namun di luar dugaan kebanyakan kita, manfaat terbesar yang kita dapatkan dari bekerja sesungguhnya bukanlah dari mendapatkan uang. Keuntungan terbesar dari bekerja justru adalah dari munculnya perasaan berharga, bermakna, berguna bagi orang lain.

Ketika Anda bekerja untuk uang maka Anda sedang berorientasi kepada diri sendiri. Dan semua kegiatan yang berorientasi pada diri sendiri memang dapat menghasilkan kesenangan dan kenikmatan, tetapi kegiatan tersebut tidak akan menghasilkan perasaan berguna dan bermakna. Dan ketika Anda hanya mendapatkan kesenangan dan kenikmatan, rasa bosan akan sering melanda diri Anda.
Bukankah kesenangan itu hanya bersifat sementara dan tidak langgeng? Hal ini berbeda dari perasaan bermakna yang akan bertahan lebih lama dari diri Anda dan senantiasa membakar semangat Anda secara terus menerus.

Sesungguhnya ini adalah rahasia di balik penciptaan manusia itu sendiri. Manusia diciptakan Tuhan memang untuk membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi alam semesta ini. Bukankah Tuhan selalu mengatakan bahwa Ia tidaklah menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia? Ini berarti bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan termasuk manusia adalah untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi alam semesta ini.
Karena itu ketika kita hidup hanya untuk kesenangan diri kita sendiri maka sesungguhnya kita sedang melawan hukum alam yaitu hukum manfaat. Orang yang melawan hukum alam tidak akan bahagia dan hidupnya jauh dari kepuasan yang sejati.
Ia memang bisa menikmati kesenangan dan kenikmatan tetapi karena hidupnya tidak ia abdikan kepada takdirnya maka ia tidak akan pernah merasa cukup. Sesungguhnya jiwa manusia selalu merasa haus dan lapar untuk memberikan manfaat kepada orang lain.
Hanya dengan menjadi bermanfaatlah orang bisa menjadi puas dan bahagia. Orang menjadi puas sesungguhnya karena jiwa mereka sudah menunaikan amanat yang dititipkan Tuhan kepadanya. Orang menjadi puas karena mereka sudah hidup sesuai dengan kodratnya sendiri. Inilah yang jarang kita sadari.

Kita sering kali beranggapan bahwa kepuasan dan kenikmatan yang tertinggi adalah kenikmatan fisik padahal sesungguhnya puncak dari kenikmatan itu adalah kenikmatan spiritual.
Kesadaran seperti ini sesungguhnya adalah penemuan yang paling menarik sekaligus yang paling indah. Ketika kita melayani orang lain kita sesungguhnya kita sedang memenuhi kebutuhan kita sendiri, yaitu kebutuhan spiritual. Hanya ketika melayani orang lainlah kita akan beroleh kenikmatan yang sejati yaitu kenikmatan spritual. Inilah rahasianya mengapa orang yang melayani orang lain tidak akan pernah merasa jenuh, bosan dan resah dalam pekerjaannya.

Sekarang cobalah Anda ingat-ingat. Pernahkah Anda merasa bosan dalam pekerjaan Anda? Bila Anda menjawab ‘Ya’ untuk pertanyaan tadi, cobalah Anda telusuri perasaan Anda yang terdalam. Saya berani menjamin, bahwa ketika rasa bosan muncul, Anda sedang berpikir untuk diri Anda sendiri. Anda sedang berpikir mengenai kenikmatan dan keuntungan Anda sendiri. Itulah yang membuat Anda merasa jenuh dan bosan.

Lain kali kalau perasan bosan itu muncul, cobalah Anda merenung dalam-dalam bahwa sesungguhnya Anda berada di dunia ini untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Renungkan dan resapilah dalam-dalam. Anda akan merasakan hal yang ajaib.

Seketika itu juga rasa malas, jenuh dan bosan akan pergi jauh-jauh dari diri kita. Kita sedang mengalahkan kejenuhan fisik kita dengan kekuatan spiritual, dan Anda akan benarbenar merasakan bahwa kekuatan spiritual itu jauh lebih ampuh, jauh lebih tinggi daripada apapun juga di dunia ini. Hal ini semakin mengukuhkan kenyataan bahwa manusia sesungguhnya bukanlah makhluk fisik melainkan makhluk spiritual.

Senin, 12 September 2011

Bukti Ibadah Kita

Bismillahirrahmanirrahim

      Ada sebuah celetukan menarik nih dari seseorang. Lucu, bukan lucu juga sih. Tapi ya agak aneh aja githu dengernya. Tanpa bermaksud mencela ataupun merendahkan seseorang yang “berceletuk” itu. Tapi, saya malah dapat suatu pelajaran dari beliau. Untuk seseorang itu, mudah-mudahan Allah memahamkan hal ini padamu. Amiiiin


Waktu itu saya sedang berada di dalam barisan shaf shalat. Ketika itu waktunya untuk shalat Zuhur. Nah… di depan saya sudah berbaris rapi sang Imam serta di belakangnya jama’ah laki-laki. Baru kemudian jama’ah perempuan. Kebetulan waktu itu kita bukan shalat di masjid, jadi tidak ada hijab pembatas antara shaf laki-laki dan perempuan seperti kain putih ataupun yang lainnya. Kami hanya berbatas jarak sekitar 5 meter an. (Tembat terbatas). Heee
     
      Ketika barisan sudah rapi, iqamah telah terlafadz. Sang imam pun siap 
memimpin shalat Zuhur siang itu. Ada “pemandangan” aneh di depan shaf laki-laki. Seorang laki-laki Nampak membawa handycam serta menyalakannya. Sontak laki-laki itu mendapat respon dari para jama’ah di depan.

“ Ayo shalat…! Ko malah pegang handycam?? “ Tanya salah seorang jama’ah

“ Ini mau merekam, biar ada buktinya kalau kita lagi beribadah… “ jawab laki-laki pemegang handycam itu
     
Lah? Ko malah gitu jawabannya. Celetukannya membuat saya berkata…

“ Ga usah di rekam juga sudah ada buktinya ko kalo kita beribadah… “ ujarku
      Laki-laki itu malah terdiam saja dan asyik dengan handycamnya. Selanjutnya saya ga tau lagi apakah dia meletakkan handycam itu atau tidak. Karena imam sudah bertakbir. Artinya, saya telah mulai shalat.

Sejenak ketika selesai saya berkata kepada laki-laki itu, pikiran saya langsung melayang ke kalamNya. Ya!! Ayat Allah…

“ Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah
Akan melihat pekerjaanmu, begitu juga RasulNya
Dan orang-orang mukmin, dan kamu
Akan dikembalikan kepada Allah Yang Mengetahui
Yang gaib dan yang nyata
Lalu diberitakannya kepada kamu
Apa yang telah kamu kerjakan”
(QS At.Taubah : 105)
     
      Jadi, perlukah kita “merekam” ibadah2 kita??. Saya kira, satu-satunya yang “merekam” semua ibadah kita hanya DIA. Allah Yang Maha Mengetahui….
Wallahu’alam hissawab

Jumat, 09 September 2011

Masih Membekas di Pikiranku

Bismillahirrahmanirrahim…..
           
            Ya Allah… Akhirnya, kembali lagi saya ke tempat ini. Tempat yang menjadi saksi pembelajaran hidup termahal bagi saya. Tempat yang sangat berarti. Tempat yang saya hindari sejenak.

Sejenak?? Sepertinya tidak sejenak, karena memang waktunya libur aja mungkin. Hehe
           
            Memasuki tempat ini lagi, lansung melayangkan pikiran saya ke beberapa bulan belakang. Andai saya bias mengulang waktu. Tentu saya akan tidak melakukan hal yang saya lakukan dahulu. Yang menyebabkan peristiwa ini. Menyesal?? Sangat!! Memang penyesalan selalu datang di akhir. Tapi, saya ambil positifnya saja lah.

Dari peristiwa2 inilah saya belajar. Bercermin diri, waspada agar tidak kembali pada lubang yang sama. Sadar diri, sesadar-sadarnya atas apa yang saya lakukan. ( Memohon padaMu ya Allah ). 

            Saya teringat dengan kata2nya Pak Sugeng ketika ikut pelatihan beliau dahulu….


Meskipun kita tidak dapat kembali dan

Melakukan lagi dengan lebih baik

Sebuah awal yang salah di masa lalu

Kita dapat memulai lagi untuk mencapai

Sebuah akhir yang lebih baik di masa depan

            Subhanallah!!! Inspiring words… Nah mungkin itu!!. Itu yang terbaik. Segala hal yang telah kita lewati dalam hidup ini. Itulah masa lalu. Namanya saja ma-sa la-lu. Berarti sudah lewat, sudah berakhir dan sudah mati. Semua telah berlalu. Kata2 tadi juga saya dapatkan dari bukunya Arvan Pradiansyah. (Thanks for inspiring my life sir…)
Indahnya...
         
   Astaghfirullahalazhim….. bayangan2 masa lalu terus berseliweran di pikiran saya. Visual saya yang dominan, lebih menambah kuat ingatan saya pada waktu itu. Ya Allah, kuatkan hamba. Mudahkan hamba untuk memahami segala peristiwa lampau yang masih terus membayangi. Mengambil hikmahMu ya Rabb.
            Dan do’aku terlafadzkan untukMu Ya Allah…


“ Ya Allah, janganlah Engkau Engkau condongkan hati kami
Kepada kesesatan, setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami
Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisiMu
Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi”
(QS Al Imran:8)