Kamis, 29 Maret 2012

Sejenak ku renungkan....


Bismillahirrahmaanirrahim…..

Di tengah keriuhan, kegaduhan, kecemasan, kegalauan, ketakutan yang menyapaku kini. Semua lebur menjadi kesatuan dalam kekhawatiran diri menjadi orang yang tidak bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya dengan baik. Tidak bisa mengatur keseluruhan perangkat kehidupan yang ada. Tidak bisa menjaga keseimbangan antara body, mind and soul.

Haruskah ku mengorbankan salah satunya????

Sepertinyadi keadaan yang sangat mendesak ini, tidak ada pilihan lain. Haru s ada yang aku korbankan dan aku kalahkan. Harus ada yang terabaikan. Harus ada yang tersisih dan aku kecewakan.

Ya Allah… maafkan hamba… ini semua salahku… ini semua salahku…
Terdalam ku tersungkur dalam sujud-sujud panjangku… Faghfirli ya Rab!

Untuk makhlukMu yang ku kecewakan, maafkan diri ini, yang masih banyak kekurangan serta kekhilafan. Maafkan atas kelalaian ini. Dengan adanya kejadian ini, semoga menjadi pelajaran berharga untuk saya dan memperbaiki kepercayaan mereka dan yang terutama kepercayaanMu. Insya Allah. Amiiin

Wallahu’alam…..


_Mau nangis!!!

Minggu, 25 Maret 2012

Wanita Shalihah



Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.
(HR. Muslim)


            Sebuah matan hadits yang mengandung makna yang begitu dalam, sedalam lautan qalbu. Menyirat makna yang tinggi, setinggi langit yang terus membumbung menuju titah Tuhannya.  Anggun, indah, mempesona, menyenangkan, dan seterusnya, jika teruntai tak akan habis memujinya. Dialah Wanita.
           
            Namun,,, tak semua wanita akan menjadi terhormat dan teragung dihadapan Rabb-Nya. Masing-masing memilih jalan yang telah digariskan. Akal, nafsu, nurani menjadi nakhoda penggerak merentas bahtera kehidupan yang selalu bersahabat dengan badai. Terkadang mereka berdiri tegak dalam pijakkanya, berteriak ِAku adalah yang terbaik, bahkan ada yang berani mengatakan, keshalihan itu relatif, tidaklah perlu saling menyalahkan. Namun, nurani-fitrawi tak pernah menutup matanya tuk mengakui, intan adalah intan dan lumpur adalah lumpur. 

            Demikian wanita Shalihah,,, adalah kebaikan yang yang terwujud dalam sosok makhluk yang bernama Hawa. Wujudnya telah terukir indah dalam sabda-sabda cinta Muhammad Shallahu’alaihi wasallam. Padanya tersemat mahkota Perhiasan Dunia yang paling terindah, bukan mutiara La Peregrina, bukan Batu Zamrud, bukan Permata Cleopatra, bukan Intan Aztec, bukan pula batu emas  atau perhiasan apapun di dunia ini. Keindahannya terus kekal, abadi hingga menuju singgasana Syurgawi.

            Perhiasan itu bisa redup bisa pula mengilau jika dijaga dan terus diasah.
            Dalam sabda cintanya, Rasulullah telah menunjukkan kilauan-kilauan dan aroma mereka.

Wanita shalihah adalah sebaik-baik keindahan, menatapnya menyejukkan Kalbu, mendengarkan suarannya menghanyutkan batin, ditinggalkan menambah keyakinan.,, , Wanita shalihah adalah ibu dari anak-anak yang mulia, wanita shalihah adalah istri yang meneguhkan jihad suami, wanita shalihah penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat, wanita Shalihah adalah adalah bidadari syurga yang hadir di dunia,,,,,


            Dia begitu sempurna, Ikhlas bagai Siti Hajar, Tawadhu’  bagai Bilqis, sabar bagai Khadijah, teguh bagai Sumayya, cerdas bagai Aisyah dan santun bagai Fathima Az Zahra.

            Itulah kilauan wanita Shalihah,,, tapi sebagai manusia, pasti ada kekurangannya, namun kekurangan itu terus diikhtiar dalam penyempurnaan.

            Menjadi wanita Shalihah adalah idaman fitrawi setian muslimah,,, menjadi wanita Shalihah bukan berarti menjadi bidadari, menjadi wanita shalihah bukan menjadi putih yang tek berbekas,,, menjadi wanita shalihah adalah proses menuju keridha’an Allah. Menapaki jalan yang di atasnya tercerahi cahaya petunjuk Allah dan Rasulnya, dan terus istiqomah di atasnya.


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum
maka ia akan dibangkitkan bersama kaum itu
(HR. Abu Dawud)

Insya Allah


Wallahu’alam…..


 
“I am just the ordinary woman but I try to keep learn, learn and learn about everything ever after
To be a good one… Shalihah. Insya Allah. Amiiin….” (ta.89)
  







Pilihan Kita


Bismillahirrahmaanirrahim…..

Sebuah berita yang kurang “sedap” sampai di telinga saya pekan kemarin. Seorang teman yang juga satu kelas dengan saya di kelas perkuliahan mengeluhkan keanehan kedekatan saya dengan seorang teman akhwat dikelas. Wallahu’alam apa yang ada dalam fikirannya. Sempat merasa sangat tidak menyangka jika dia bisa berbicara seperti itu. Kabar ini saya dapatkan dari orang ke berapa gitu. Jadi rutenya panjang deh.

Sempat pula agak terbawa emosi dengan apa yang katakan. Mungkin tanpa sadar juga ada sedikit perubahan dalam diri saya. Astaghfirullah!

Sekarang, lagi-lagi saya dihadapkan kepada pilihan. Apakah saya mau bersikap negative atas berita yang kurang “sedap” itu atau mengambil sikap positive? Pilihan itu sama kuatnya. Tinggal saya lah yang memilih diantara kedua pilihan tersebut.

Sebenarnya saya benar-benar ingin tertawa dengan adanya berita ini semua. Tapi okelah, mari kita pilih jalan penyelesaian terbaik untuk masalah ini. Insya Allah.

Apakah keuntungannya jika saya mengambil sikap yang negative? Misalnya, ketika saya memutuskan untuk melabrak seseorang yang merupakan sang narasumber berita kurang “sedap” ini begitu? Atau marah-marah ga jelas? Atau putus asa dan terus berlarut-larut dengan perkataan sang “narasumber” ??

Astaghfirullah! Semoga Allah menghindari saya dari sikap yang demikian. Amin.

Insya Allah saya adalah orang yang tidak mau mengambil pusing dengan masalah. Memangnya dia tahu betul begitu seperti apa saya? Interaksi saya dengan semua teman-teman? Memangnya omongannya dia berpengaruh begitu pada keberhasilan hidup saya?

Dan satu pertanyaan paling mudah yang saya tujukan kepada diri saya sendiri. Memangnya benar apa yang “narasumber “ katakan tentang kamu ta?? Jelas tidak!

Maka pilihan saya adalah mengambil sikap positive. Membiarkan sang “narasumber” dengan pemikirannya terhadap saya, membiarkan dia bertanggung jawab dengan Allah atas perbuatannya, membiarkan semua ini menjadi pemacu semangat saya. Mengubah berita kurang “sedap” ini dengan sebuah perubahan positive dalam diri saya. Tidak usah banyak bicara, cukup buktikan dengan tindakan nyata. Buktikan dengan karya terbaik!

Masih banyak harapan, impian, cita saya yang menanti untuk diwujudkan. Masih banyak hal yang saya fikirkan dan saya perjuangkan dibanding dengan mengeluarkan energi yang sia-sia untuk bersikap negative kepadanya.

Yang kini saya lakukan untuk sang “narasumber”. Mendo’akannya, semoga saya adalah orang terakhir yang menjadi bahan pemberitaannya dan yang utama agar Allah mengampuni dosa-dosanya. Amiiin. Insya Allah.

                                                                                 Faghfirli ya Rabb….Faghfirli...Faghfirli....
                                                                                                Wallahu’alam hissawab…..







Selasa, 20 Maret 2012

Ya Allah


Bismillahirrahmaanirrahim…

                Ya Allah…. Sepertinya Engkau tengah mengingatkan hamba pada suatu hal yang selalu hamba katakan kepada orang2 yang tengah menghadapi hal yang sama seperti hamba hadapi kini.

                Ya Allah…. Sepertinya Engkau tengah “mendidik” hamba dengan pelajaran berharga tentang berkhusnudzhan kepadaMu.

                Ya Allah… Sepertinya Engkau tengah mengajari bagaimana caranya sebenar-benarnya percaya kepada kepastian janjiMu.

                Ya Allah… Sepertinya Engkau tengah mengabulkan do’a2 yang selalu hamba pinta padaMu.

                Ya Allah… Sepertinya Engkau tengah memahamkan hamba bahwa segala sesuatu ada waktunya dan indah pula di waktunya.

                Ya Allah… Sepertinya Engkau tengah memproses mewujudkan sebuah kata yang selalu terngiang….

                _Seindah-indah rencana kita, ternyata jauh lebih indah rencanaNya_

Wallahu’alam….


Insya Allah ya Rabb.
Pahami hamba pada ketentuanMu yang tengah berlaku pada hidup hamba
Kuatkan hamba Ya Rabb. Amiiin

Minggu, 18 Maret 2012

Ketika Anak Meminta


Bismillahirrahmaanirrahim…..

“Mah…. Pokoknya aku mau beli buku ini ya!” Ujar seorang gadis kecil sambil berlari menuju pada ibunya dengan membawa sebuah buku.

“Ah ade… apa sih? Kamu sok tahu aja, memangnya kamu ngerti apa isi bukunya?” Jawab sang Ibu sambil berlalu dan melihat buku di rak2 lainnya

“Iiih… pokoknya aku mau beli dan baca buku ini!!” Rengek sang anak

Akhirnya ada jawaban yang melegakan dari seseorang…..

“Iya nak, iya gak apa-apa kita beli ya. Nanti cerita ke papa ya sayang bukunya cerita tentang apa. Ok? “ ujar lelaki berkacamata yang ternyata adalah ayah dari gadis kecil itu.

“Oke pah… nanti aku certain. Pasti seru ceritanya…” ujar sang gadis kecil
###

                Percakapan di atas adalah sebuah percakapan singkat suatu keluarga kecil yang saya temui di salah satu stand buku di IBF tahun 2012 ini. Suatu siang saya dipertemukanNya dengan mereka. Saya yakin ada cerita unik serta hikmah yang bisa kita ambil dari kisah singkat ini. Insya Allah.

                Pertama, tentang respon sang ibu kepada gadis kecilnya yang meminta sebuah buku. Pantaskah seorang Ibu menanggapi respon seorang anak yang sedang ingin tahu terhadap sesuatu dengan sikap seperti itu? Bukannya pula  saya menjudge ibu itu berlaku salah atau apa pun. Setidaknya saya belajar dari beliau dan sedikit memahami jika saya di posisikan sebagai ‘gadis kecil’ itu. Saya berfikir, meski mungkin harus saya telaah lagi dan mencari teorinya tentang “gold age” seorang anak, tetapi setidaknya saya melihat ada rasa keingintahuan dari sang anak tentang hal yang belum diketahuinya. Itu merupakan hal yang sangat baik menurut saya. Dia belajar untuk mengkritisi suatu masalah yang baru baginya. Maka tugas kita sebagai orang tuanya, arahkanlah rasa keingintahuannya dengan baik. Hal ini berguna pula untuk perkembangan dirinya, kecerdasannya dan pemahamannya tentang hal yang baru.

                Kedua, tentang respon sang ayah yang sangat bijak menanggapi suatu keinginan dari anak gadisnya. Saya fikir, sang ibu harus mencontoh sang suami. Jangan terlebih dahulu kita mebuat sebuah pernyataan kepada anak jika dia mengajukan sesuatu yang dia inginkan. Pasti ada suatu alasan yang sangat mendasar dan yang membuat anak ingin tahu. Dan kedua hal inilah yang seharusnya kita gali lebih dalam dari diri anak. Inilah proses perkembangannya.
                                Dua pelajaran di atas, mungkin bisa jadi hikmah tersendiri bagi diri saya sendiri. Saya  sedikit menyimpulkan sebuah benang merah dari sebuah peristiwa yang pernah saya temui. Yang kelak, insya Allah menjadi pelajaran berharga ketika nanti saya dihadapkan dengan anak saya sendiri. Kelak mereka mengungkapkan rasa keingintahuannya pada saya. Semoga saya selalu ingat dengan kisah ini. Insya Allah. Amin.

                Dan pada akhirnya, saya selalu ingat dengan penutup kisah gadis kecil itu dengan rasa keingintahuannya yang besar, ibunya serta ayahnya. Sebuah ending yang saya miriskan sekali.

                Ketika buku-buku yang sudah dipilih oleh ibu, ayah serta gadis kecil itu hendak dihantarkan ke meja kasir, sang ibu langsung menyuruh pramuniaga stand buku tersebut untuk meletakkan kembali buku yang diambil anaknya. Ibu itu terlihat sedang berdialog singkat dengan sang anak sebelum membatalkan membeli buku pilihan anaknya. Terlihat sedikit gurat kekecewaan dari anak gadis itu. Tetapi sepertinya ibu tadi menjanjikan sesuatu yang mungkin sedikit membuat anaknya terhibur.

                Ya Allah… miris sekali lihatnya. Hmm… dan saya pun teringat selalu dengan judul buku yang diambil gadis kecil itu. Saya yakin ada sesuatu hal yang ingin sanga anak sampaikan melalui buku itu. Dan judul buku itu ternyata adalah… “MASA DEPAN ANAK”


Wallahu’alam hissawab….

Selasa, 06 Maret 2012

Menangislah.....


Bismillahirrahmaanirrahim…..

                Kadang menangis tidak membutuhkan alasan, mengapa, kenapa, dan sebagainya. Terkadang ia nya begitu saja berjatuhan bagai derai hujan yang tak kunjung reda di penghujung malam. Terkadang ia nya mengalir semakin deras dalam isak yang kian tak tertahankan. Terkadang ia selalu memaksa kita menjebolkan pertahanan antara kekuatan dan ketidakberdayaan. Terkadang menangis tak pernah butuh penjelasan.

                Menangis, sebuah luapan perasaan yang tak keruan. Puncak klimaks dari segala kegundahan, keresahan, kebingungan,  ketakutan, ketidakberdayaan atau bahkan bisa juga kebahagiaan. Yang terus menyudutkan diri, yang kian memojokkan dan semakin menghimpit. Sesak. Ingin teriak dalam derasnya tangis yang terus mengalir.

                Dalam perasaan yang kian tak menentu itu. KepadaNya lah kita kembali memasrahkan diri. Ketika dalam kondisi tak berdayanya kita di hadapNya. Menangislah, merengeklah, mengeluhlah, bermanjalah dalam mengungkapkan segala keresahan yang menemaramkan cahayaNya di hati kita.  Mintalah cahayaNya untuk selalu menerangi dan tidak untuk redup lagi. Berharaplah kepadaNya agar selalu membukakan kita pada petunjuk-petunjuk cahayaNya. Yakinlah cahayaNya akan datang dan menghantarkan kita pada jalan-jalan kebenaran. Jalan yang selalu menunjukan kita pada ridhoNya. Jalan yang selalu  menunjukan kita pada kebenaran cintaNya….. Amin. Insya Allah
Wallahu’alam hissawab…..


“Laa takhofu wala tahzanu… Innallaha ma’ana…”

Minggu, 04 Maret 2012

Hadiah Untuk Bu Prita


.Bismillahirrahmaanirrahiim…..
                “Hadiah-hadiah” dari anak level 3 yang akhwat. Mereka memberikan saya hasil karya mereka menggambar saya.
Inillah gambar-gambar mereka……

Gambar dari Elysia Najla

Gambar dari Syeila Afriliani

Gambar dari Faiza Yasmina A

Gambar dari Shofiya Nur Kamilah



Penantian Pernikahan


Bismillahirrahmaanirrahim…..

                Ini cerita tentang sebuah ayat kauniNya yang selalu dibentangkanNya dalam kehidupan saya. Saya selalu dipertemukanNya dengan orang-orang pilihan yang tengah sedikit gundah dan gelisah dalam “penantian”. Penantian apa lagi selain menanti pasangan hidup. Saya yakin, ini bukan suatu kebetulan dan ada hikmah atau pembelajaran berharga yang ingin Allah sampaikan kepada saya. Saya yakin, pertemuan saya dengan “orang-orang pilihan” ini adalah wujud cintaNya kepada saya. Yang kelak nanti ketika saya menghadapi hal serupa, saya diingatkanNya selalu akan cerita2 ini. Insya Allah.

                Bulan ini, begitu banyak “kabar gembira” yang hadir dari kalangan kerabat, sahabat karib, teman sejawat, bahkan teman dalam medan dakwah. Mereka yang kini tengah berbahagia, ada yang juga tengah berdebar menanti waktu bahagia. Ya! Menggenapkan setengah dien mereka. Alhamdulillah… saya pun turut berbahagia mendengar kabar ini. Turut bersemarak dalam kebahagiaan yang berserak di antara mereka. Turut mendo’akan. Barakallah yaa ukhti….

                Di satu sisi saya juga menghadapi teman-teman yang tengah resah “menanti” . Bertanya-tanya dalam hati, dalam do’a. “Kapankah pendamping hidup saya datang?”.

                Pertanyaan di atas merupakan pertanyaan yang juga sering saya ajukan mungkin dalam hati. Malah ditambah lagi dengan  pertanyaan-pertanyaan yang lain, seperti apakah rupanya? Akhlaknya? Karakternya? Sholihnya? Dan yang lainnya, malu ah ditulis di sini. Hihi.

                Menikah…. Siapa yang tidak mau? Menikah…. Ah sekiranya tidak usah lagi saya menceritakan indahnya kehidupan pernikahan. Meski saya juga belum tahu seperti apa indahnya. Tetapi setidaknya saya sudah bisa melihat, merasakan rona-rona kebahagiaan orang-orang di sekitar saya ketika mereka akan atau telah menikah. Selain indah juga berkah. Insya Allah. Amin.

                Tetapi pernikahan membuka lembar-lembar tabir dalam hidup. Pernikahan adalah awal gerbang kehidupan kita yang sesungguhnya. Dengan berbagai proses di awal-awal waktu sebelum kita memutuskan untuk pernikahan. Memilih pasangan terbaik, ber istikharah meminta segala ketentuanNya yang terbaik, saling mengenal dalam proses ta’aruf, hingga ke tahap yang lebih lanjut yaitu ke pengenalan keluarga, khitbah dan akhirnya menikah.

                Pernikahan membuka tabir tentang segala konsekuensi hidup atas pilihan-pilah yang telah kita pilih. Pernikahan menyingkap segala cakupan hidup kita yang lebih luas dan jangka yang sangat panjang. Pernikahan itu tidak untuk satu hari atau dua hari, tetapi kelak sampai akhir hayat kita. Sekali dalam seumur hidup kita. Insya Allah. Amiiin.

                Maka… untuk sebuah keputusan jangka panjang ini, kita harus benar-benar mempersiapkannya dengan baik. Mulai kapan mempersiapkannya? Ya itu dia tuh pertanyaan yang kian mengusik saya. Kapan harus mempersiapkannya? Bagaimana mempersiapkannya? Apa yang harus kita persiapkan? Pertanyaan-pertanyaan ini bukanlah hal kecil loh karena keputusan untuk menikah itu keputusan besar yang di ikuti dengan tanggung jawab yang besar pula.

                Akhirnya sampailah saya kepada sebuah bacaan dalam sebuah Koran harian Jakarta. Ada hal menarik sarat makna yang saya temukan di sana. Sebuah pesan dari seorang sahabat baginda Rasulullah SAW, Utsman bin Affan.

“ Wahai anak-anakku, sesungguhnya orang yang hendak menikah itu ibarat orang yang hendak menanam benih. Maka, hendaknya ia memperhatikan di mana ia akan menyemainya. Dan, ingatlah bahwa wanita yang berasal dari keturunan yang jelek jarang sekali melahirkan keturunan yang baik. Maka, pilih-pilahlah terlebih dahulu meskipun sejenak”

            Hmmm….. teruntuk diri saya sendiri, dan kita semua. Nasihat di atas sekiranya mengingatkan kita bahwa sekali lagi pernikahan bukan hal yang main-main, sepele dan dianggap enteng. Pernikahan kelak akan melahirkan generasi-generasi kelanjutan kita. Penerus kita yang merupakan perpanjangan tangan kita mewujudkan cita yang mulia, kejayaan DienNya. Amiin. Insya Allah

                Untuk diri saya sendiri khususnya, dan untukmu yang tengah kian gundah “menanti”. Tak usah kian merisaukan akan pertanyaan kapan, kapan dan kapan?? Manusiawi sih, apalagi lingkungan sekitar juga kian “menyulut” kita. Hmm…. Pesanku, jangan lah kita tergesa-gesa dalam soal menikah. Mungkin karena umur yang kian mendesak, teman-teman telah banyak mendahului kita, bahkan yang usianya jauh di bawah kita, desakan orang tua dan lain sebagainya. Jangan sampai berfikir begini, “Udahlah, apa yang ada aja….” . Naudzubillah…. Semoga Allah menghindari kita dari fikiran yang demikian. Amin

                Tetapi…. Alangkah baiknya jika kita mau sejenak menyelami diri kita. Menyadari hakikat niat kita menikah untuk apa. Meluruskan segala azzam yang ada pada diri. Bertanya dan terus bertanya tentang tujuan kita dalam pernikahan. Ketahuilah bahwa kelak kita akan menjadi pendidik yang paling pertama bagi anak-anak kita. Sebelum anak-anak kita berguru kepada orang lain, kapan pun dan dimana pun. Khususnya untuk kita para muslimah, “Ibu, madrasah yang pertama….” . Maka, marilah sama-sama kita menyiapkan diri untuk bisa menjadi sebaik-baik pendidik bagi anak-anak kita nanti. Marilah sama-sama kita untuk terus mengembangkan diri dengan sebaik-baik pendidikan. Marilah sama-sama untuk terus menginsyafi diri bahwa ibadah kita mungkin masih banyak yang belum maksimal. Marilah sama-sama kita terus menginterospeksi diri bahwa kita masih banyak kekurangan. Maka mari terus kita bersemangat untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari hari ke hari. Mari memantaskan diri untuk bisa menjadi pendamping yang baik bagi pasangan kita. Mari kita belajar agar kelak mendapatkan pasangan yang memang pantas mendampingi kita. Jikalau kita menginginkan pasangan yang terbaik, maka marilah kita mulai dari diri kita sendiri untuk menjadi yang terbaik.

Dan sabarlah serta berpegang kuatlah pada taliNya dalam menjalani sebuah proses panjang perbaikan diri ini. Ketahuilah, tiap detail proses perbaikan diri yang kita lakukan selalu dilihat oleh Allah. Seberapa kuat kah tekad kita untuk bisa menjalani setiap proses. Insya Allah…. Dengan kekuatan serta izinNya, kita bisa melewati rangkaian alur proses yang terus menerus ini. Karena yang Allah lihat adalah PROSES kita… bukan hasil. Allah lihat proses kita…. Allah lihat proses kita.

Dan tentang pasangan kita, belahan jiwa kita, mujahid atau bidadari kita…. Insya Allah di waktuNya yang tepat. Kita akan dipertemukanNya di caraNya yang terindah. Insya Allah, amin.
Wallahu’alam




“Dan diantara tanda-tanda (kebesaranNya) ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan DIA menjadikan  diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”
(QS Ar-Rum : 21)


Gambar Bebek


Bismillahirrahmaanirrahim…….

“ Bu, ibu bisa gambar bebek ga bu?”

                Pertanyaan itu terlontar polos dari Amalia Fitriah Salsabila, anak didikku di level 2. Waktu itu dia sepertinya sedang berfikir keras untuk menggambar salah satu objek hewan. Setelah bertanya kepada saya, yang dijawab oleh saya

“Coba aja atuh Amel buat dulu gambar bebeknya, nanti kalo ada kesulitan baru ibu bantu ya…..” ujarku sambil memperhatikan anakku sedang membaca jilid Cahayaku di depanku.

Mata Amel langsung mengarah ke atas. Nampaknya sedang berimajinasi dengan pikirannya tentang bebek. Tak lama dia bertanya lagi kepada saya.

“ Bu, kalo bebek itu ada kan ya bu yang makan apel?” Tanya Amel

“Makan apel? Hmm…. Mungkin ada ya nak. Bebeknya biar sehat, banyak makan buah-buahan. Hehe….” Jawabku sambil tertawa kecil pada Amel, yang disambut senyum pula olehnya

                Tahu tidak apa yang saya fikirkan saat itu? Saya kira itulah masa emas anak-anak dalam tahap proses perkembangan kecerdasannya. Meski saya belum tahu teori  jelasnya seperti apa. Tapi akhirnya saya bisa sedikit memahami dan membiarkan prose itu berlangsung. Nikmati waktumu ya nak….

                Tidak selang berapa lama, Amel  bertanya pada dirinya sendiri lagi sambil memegang pensil yang diketuk-ketukkan pelan kea rah kepalanya, tanda lagi berfikir. Hihi…

“Gimana yah caranya gambar bebek yang bisa terbang???” tanyanya pada dirinya sendiri.

Kemudian dia berujar lagi….. “ Aha! Aku tahu deh….” Ujarnya senang sambil langsung mengarahkan pensilnya ke media yang sudah menuangkan segala imajinasi di alur fikirannya.

                Melihatnya berhasil mendapatkan momen “Aha”, Alhamdulillah… ada bahagia yang tak terkira. Dua hari kemudian, saya tanya lagi tuh sama Amel perihal gambar bebeknya kemarin . Dia tersenyum dan langsung menyerahkan gambarnya untuk saya sambil berujar…

“Ini gambar bebeknya buat Ibu….. Maaf ya bu kalo jelek, Amel lagi belajar gambar bagus” ujar Amel sambil tersenyum

Saya pun menjawab sambil menahan haru, “Ya makasih ya nak, ini juga sudah hebat nak! Gambarnya bagus, nanti gambar yang lain lagi ya sayang…” ujarku sambil mengelus kepalanya dan tersenyum.