Bismillahirrahmaanirrahim......
jika kita
menghijrahkan cinta, dari kata benda menjadi kata kerja
maka tersusunlah
sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah
jika kita
menghijrahkan cinta, dari jatuh cinta menuju bangun cinta
maka cinta menjadi
sebuah istana, tinggi menggapai surga
(Salim A. Fillah_Jalan Cinta Para
Pejuang)
Topik tentang cinta adalah
yang hal yang selalu menarik untuk dibahas. Hingga Allah mengizinkan saya untuk
membuka lembar-lembar buku Salim A Fillah. Tentang cinta. Judulnya Jalan Cinta Para Pejuang. Buku ini
berisi tentang liku perjalanan panjang seorang pejuang dalam meniti, meraih
cinta. Buku ini bukan sekedar tentang cinta yang biasa-biasa. Buku ini
mengaitkan cinta dengan daya semangat juang tinggi yang kian mengokohkan
langkah kaki untuk tetap menyusuri, jalan-jalan panjang dalam meraihnya. Inilah
tentang sebuah cinta yang hidup, yang bersemarak, yang bermanfaat, yang kuat.
Inilah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah.
Cinta Rasul |
Seperti
yang di tulis oleh sang penulis di Tapak Kedua buku ini, judulnya Cinta, Sebuah Kata Kerja. Salim A Fillah
mengawali tulisannya dengan kisah sayyidina ‘Umar ibn Khattab dengan baginda
Nabi Muhammad SAW….
“ Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu
seperti kucintai diriku sendiri.”
Kemudian beliau Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku
melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”
“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “ Mulai saat ini engkau lebih
kucintai darpada apapun di dunia ini.”
“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”
Salim
menuliskan ketika dia membaca kisah ini, dia takjub dan bertanya. Sebegitu
mudahkah bagi orang semacam ‘Umar ibn Khattab menata ulang cintanya dalam
sekejap? Sebegitu mudahkah cinta diri digeser ke bawah untuk member ruang lebih
besar bagi cinta pada sang Nabi? Dalam waktu yang sangat singkat. Hanya sekejap.
Salim berujar, alangkah indahnya andaikan ia bisa seperti itu.
Lantai
ia melanjutkan bahwa cinta berhunungan dengan ketertawanan hati yang tak
gampang dialihkan. Tetapi ‘Umar bisa. Dan mengapa dia bisa?
Jawabannya
adalah karena bagi ‘Umar cinta adalah kata kerja. Menata ulang cinta baginya
hanyalah menata ulang kerja dan amalnya dalam mencintai. Ia tak berumit-rumit dengan
apa yang ada di dalam hati. Biarlah hati menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta
yang dilakukan oleh amal shalihnya.
Lantas
sang penulis pun melanjutkannya tentang pemahaman yang ada tentang cinta pada
saat ini. Erich Fromm mengemukakan bahwa “Cinta merupakan seni”, yang
ditulisnya dalam The Art of Loving, “ maka
cinta memerlukan pengetahuan dan perjuangan. Sayang, pada masa ini cinta lebih
merupakan masalah di cintai ( to be loved ), bukan mencinta ( to love ) atau
kemampuan untuk mencintai.”
Persoalan
cinta menjadi sesuatu hal yang sangat rumit dan tidak sederhana lagi. Karena
cinta dalam latar piker kita adalah persoalan “dicintai”. Itu adalah sesuatu
yang diluar kendali penuh jiwa kita. Kita dicinta atau tidak bukanlah suatu hal
yang kita paksakan. Dunia di luar sana punya perasaannya sendiri, yang kadang
secara aneh memutuskan siapa yang layak dan layak dicintai.
Salim A
Fillah pun menuliskan kembali berisi kalimat ajakan untuk menyederhanakan
tentang cinta. Bahwa cinta sebagaimana ‘Umar memahaminya adalah persoalan
berusaha untuk mencintai. Cinta bukanlah gejolak hati yang datang karena paras
ayu atau jenggot rapi. Tetapi sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta
merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus kita upayakan. Dengan kerja,
dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.
Ada
sebuah contoh kalimat yang terlontar dari seorang suami yang mengadu untuk bercerai.
Dan kata-katany ini sangat menjadi tidak relevan, “Aku sudah tidak mencintainya
lagi!” Nah… justru karena kau sudah tak mencintai lagi, maka cintailah dia.
Karena sekali lagi cinta adalah kata kerja. Lakukanlah kerja jiwa dan raga
untuk mencintainya. Kerjakan cinta yang ku
maksudkan agar kau temukan cinta yanga kau
maksudkan. Karena cinta adalah kata kerja.
Ada lagi
kalimat seorang istri yang menerima seorang lelaki dengan keterpaksaan juga tak
mempan. “Aku tidak mencintainya.” Engkau bisa memilih. Untuk mencintai atau
membenci. Dan dalam keadaan kini, mencintai adalah pilihan yang masuk akal.
Bukan perasaan itu. Mungkin ia memang belum hadir. Yang kumaksudkan adalah
sebuah kata kerja untuk mencintai. Karena cinta adalah kata kerja.
Mencintai Allah, mencintai RasulNya,
mencintai jihad di jalanNya juga berada dalam logika yang sama. Ia
melampaui batas-batas perasaan suka dan tak suka. Mungkin ia sulit atau bahkan
kalah jika dibandingkan dengan kecendrungan hati untuk mencintai ayah, anak,
saudara, isteri, simpanan kekayaan, perniagaan, dan kediaman-kediaman indah.
Tetapi ia mungkin dan masuk akal untuk digapai. Karena bukan “perasaan cinta” yang dituntut di
sini. Melainkan “kerja cinta”.
“Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS Al-Baqarah:216)
Dalam
jihad, cinta menjadi sederhana. Bukan karena kita suka melihat darah tumpah,
bukan karena kita menyukai anyir peperangan. Perasaan kita boleh tetap
membencinya. Tetapi cinta adalah kata kerja seperti yang terungkap dalam bai’at
para sahabat, “Kami siap untuk mendengar
dan taat, baik dalam keadaan rajin maupun malas, baik dalam suka maupun duka,
dalam keadaan rela maupun terpaksa.” Inilah kerja untuk mencintai. Karena
kita beriman kepada Allah, karena kita percaya pada ilmuNya, dan percaya pada
kebaikan-kebaikan yang dijanjikanNya.
Di jalan
cinta para pejuang, cinta adalah kata kerja. Biarlah perasaan hati menjadi
makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalih kita.
Sebuah
lecutan semangat yang tiada terkira. Mengartikan cinta kepada sebuah kata
kerja. Mengutamakan kerja cinta dibandingkan perasaan cinta. Karena cinta itu
harus di upayakan, harus di usahakan, harus diperjuangkan. Maka perasaan cinta
pun akan mengikutinya. Dan bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan!!!
Bismillah…. Aku berangkat dari terminal keberangkatan…. Menuju jalan cintaNya.
Insya Allah. Amiin
_Sumber : Buku Jalan Cinta Para Pejuang
Karya Salim A Fillah, semoga Allah memberkahi tulisan akhi
Amiiin. Jazakallah atas inspirasinya!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung ke Blog Lifelong Learner ini
Untuk mempererat tali silaturrahim, silahkan tinggalkan jejakmu disini agar saya pun bisa berkunjung ke blog anda, salam ^^