Minggu, 15 Januari 2012

Tentang Cinta (Part I)







Bismillahirrahmaanirrahim......

jika kita menghijrahkan cinta, dari kata benda menjadi kata kerja
maka tersusunlah sebuah kalimat peradaban dalam paragraf sejarah
jika kita menghijrahkan cinta, dari jatuh cinta menuju bangun cinta
maka cinta menjadi sebuah istana, tinggi menggapai surga
(Salim A. Fillah_Jalan Cinta Para Pejuang)


            Topik tentang cinta adalah yang hal yang selalu menarik untuk dibahas. Hingga Allah mengizinkan saya untuk membuka lembar-lembar buku Salim A Fillah. Tentang cinta. Judulnya Jalan Cinta Para Pejuang. Buku ini berisi tentang liku perjalanan panjang seorang pejuang dalam meniti, meraih cinta. Buku ini bukan sekedar tentang cinta yang biasa-biasa. Buku ini mengaitkan cinta dengan daya semangat juang tinggi yang kian mengokohkan langkah kaki untuk tetap menyusuri, jalan-jalan panjang dalam meraihnya. Inilah tentang sebuah cinta yang hidup, yang bersemarak, yang bermanfaat, yang kuat. Inilah cinta yang suci, yang segar, yang menggugah, yang mengubah. 

Cinta Rasul
                Seperti yang di tulis oleh sang penulis di Tapak Kedua buku ini, judulnya Cinta, Sebuah Kata Kerja. Salim A Fillah mengawali tulisannya dengan kisah sayyidina ‘Umar ibn Khattab dengan baginda Nabi Muhammad SAW….

“ Ya Rasulallah”, kata ‘Umar perlahan, “Aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.”

Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersenyum. “Tidak wahai ‘Umar. Engkau harus mencintaiku melebihi cintamu pada diri dan keluargamu.”  

“Ya Rasulallah”, kata ‘Umar, “ Mulai saat ini engkau lebih kucintai darpada apapun di dunia ini.”

“Nah, begitulah wahai ‘Umar.”

                Salim menuliskan ketika dia membaca kisah ini, dia takjub dan bertanya. Sebegitu mudahkah bagi orang semacam ‘Umar ibn Khattab menata ulang cintanya dalam sekejap? Sebegitu mudahkah cinta diri digeser ke bawah untuk member ruang lebih besar bagi cinta pada sang Nabi? Dalam waktu yang sangat singkat. Hanya sekejap. Salim berujar, alangkah indahnya andaikan ia bisa seperti itu. 

                Lantai ia melanjutkan bahwa cinta berhunungan dengan ketertawanan hati yang tak gampang dialihkan. Tetapi ‘Umar bisa. Dan mengapa dia bisa?

                Jawabannya adalah karena bagi ‘Umar cinta adalah kata kerja. Menata ulang cinta baginya hanyalah menata ulang kerja dan amalnya dalam mencintai. Ia tak berumit-rumit dengan apa yang ada di dalam hati. Biarlah hati menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalihnya. 

                Lantas sang penulis pun melanjutkannya tentang pemahaman yang ada tentang cinta pada saat ini. Erich Fromm mengemukakan bahwa “Cinta merupakan seni”, yang ditulisnya dalam The Art of Loving, “ maka cinta memerlukan pengetahuan dan perjuangan. Sayang, pada masa ini cinta lebih merupakan masalah di cintai ( to be loved ), bukan mencinta ( to love ) atau kemampuan untuk mencintai.”

                Persoalan cinta menjadi sesuatu hal yang sangat rumit dan tidak sederhana lagi. Karena cinta dalam latar piker kita adalah persoalan “dicintai”. Itu adalah sesuatu yang diluar kendali penuh jiwa kita. Kita dicinta atau tidak bukanlah suatu hal yang kita paksakan. Dunia di luar sana punya perasaannya sendiri, yang kadang secara aneh memutuskan siapa yang layak dan layak dicintai. 

                Salim A Fillah pun menuliskan kembali berisi kalimat ajakan untuk menyederhanakan tentang cinta. Bahwa cinta sebagaimana ‘Umar memahaminya adalah persoalan berusaha untuk mencintai. Cinta bukanlah gejolak hati yang datang karena paras ayu atau jenggot rapi. Tetapi sebagaimana cinta kepada Allah yang tak serta merta mengisi hati kita, setiap cinta memang harus kita upayakan. Dengan kerja, dengan pengorbanan, dengan air mata, dan bahkan darah.



                Ada sebuah contoh kalimat yang terlontar dari seorang suami yang mengadu untuk bercerai. Dan kata-katany ini sangat menjadi tidak relevan, “Aku sudah tidak mencintainya lagi!” Nah… justru karena kau sudah tak mencintai lagi, maka cintailah dia. Karena sekali lagi cinta adalah kata kerja. Lakukanlah kerja jiwa dan raga untuk mencintainya. Kerjakan cinta yang ku maksudkan agar kau temukan cinta yanga kau maksudkan. Karena cinta adalah kata kerja. 

                Ada lagi kalimat seorang istri yang menerima seorang lelaki dengan keterpaksaan juga tak mempan. “Aku tidak mencintainya.” Engkau bisa memilih. Untuk mencintai atau membenci. Dan dalam keadaan kini, mencintai adalah pilihan yang masuk akal. Bukan perasaan itu. Mungkin ia memang belum hadir. Yang kumaksudkan adalah sebuah kata kerja untuk mencintai. Karena cinta adalah kata kerja. 

                Mencintai Allah, mencintai RasulNya, mencintai jihad di jalanNya juga berada dalam logika yang sama. Ia melampaui batas-batas perasaan suka dan tak suka. Mungkin ia sulit atau bahkan kalah jika dibandingkan dengan kecendrungan hati untuk mencintai ayah, anak, saudara, isteri, simpanan kekayaan, perniagaan, dan kediaman-kediaman indah. Tetapi ia mungkin dan masuk akal untuk digapai. Karena bukan “perasaan cinta” yang dituntut di sini. Melainkan “kerja cinta”. 

                “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah:216)

                Dalam jihad, cinta menjadi sederhana. Bukan karena kita suka melihat darah tumpah, bukan karena kita menyukai anyir peperangan. Perasaan kita boleh tetap membencinya. Tetapi cinta adalah kata kerja seperti yang terungkap dalam bai’at para sahabat, “Kami siap untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan rajin maupun malas, baik dalam suka maupun duka, dalam keadaan rela maupun terpaksa.” Inilah kerja untuk mencintai. Karena kita beriman kepada Allah, karena kita percaya pada ilmuNya, dan percaya pada kebaikan-kebaikan yang dijanjikanNya.

                Di jalan cinta para pejuang, cinta adalah kata kerja. Biarlah perasaan hati menjadi makmum bagi kerja-kerja cinta yang dilakukan oleh amal shalih kita.

                Sebuah lecutan semangat yang tiada terkira. Mengartikan cinta kepada sebuah kata kerja. Mengutamakan kerja cinta dibandingkan perasaan cinta. Karena cinta itu harus di upayakan, harus di usahakan, harus diperjuangkan. Maka perasaan cinta pun akan mengikutinya. Dan bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan!!! Bismillah…. Aku berangkat dari terminal keberangkatan…. Menuju jalan cintaNya. Insya Allah. Amiin


_Sumber : Buku Jalan Cinta Para Pejuang
Karya Salim A Fillah, semoga Allah memberkahi tulisan akhi
Amiiin. Jazakallah atas inspirasinya!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung ke Blog Lifelong Learner ini
Untuk mempererat tali silaturrahim, silahkan tinggalkan jejakmu disini agar saya pun bisa berkunjung ke blog anda, salam ^^